Arsjad Rasjid Respons Positif Revitalisasi Pendidikan Vokasi
JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo memiliki komitmen kuat dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia yang dapat menjadi modal penting bagi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Karena itu, dia menyambut baik kebijakan Presiden terkait dengan revitalisasi pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi.
Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 yang ditandatangani Presiden pada 27 April 2022. Melalui ketetapan itu, Presiden menunjuk Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid sebagai anggota Tim Koordinasi Nasional Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi.
“Saya tentu berterima kasih atas kepercayaan tersebut dan semoga dapat memberikan kontribusi terbaik,” ujarnya (11/5).
Apalagi, lanjutnya, Kadin sebagai organisasi juga diharapkan berperan aktif dalam mewujudkan amanat Presiden tersebut. Sesuai kebijakan itu, Kadin atau dunia usaha agar mendukung ketersediaan pendidik dan infrastruktur yang memenuhi standar kompetensi kerja. Selain itu, penyelarasan pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi dilaksanakan bersama kementerian lembaga dan Kadin.
Menurut Arsjad, saat ini memang ada semacam kesenjangan atau mismatch antara kompetensi teknis yang diperoleh dari kampus dengan kebutuhan dunia usaha yang terus berkembang. . “Ini tantangan yang harus diatasi, karena kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja sangat besar,” katanya.
Seperti dipublikasikan Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2021, horizontal mismatch atau latar belakang pendidikan tak sesuai kualifikasi pekerjaan yang terjadi mencapai 68,4%. Ini berarti sebagian besar pekerja beraktivitas di luar kompetensi atau ada ketidakcocokan antara pendidikan yang ditempuh dengan aktivitas pekerjaan yang dijalankan.
Selain itu, ada juga vertical mismatch. Contoh gampangnya adalah sarjana mengerjakan bidang atau tugas yang seharusnya dapat dilakukan oleh karyawan dengan kualifikasi lulusan SMA. Hal ini berpengaruh terhadap upah yang diterima.
Selain itu, ungkap Arsjad, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia yang di dalamnya mencakup masalah pendidikan, masih ketinggalan dari banyak negara tetangga. Di antaranya, Singapura, Malaysia, maupun Thailand.
Bahkan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2021, sekitar 86,08% angkatan kerja Indonesia belum sarjana. Sedangkan yang mengenyam pendidikan diploma hingga sarjana hanya 12,82% dari 131 juta angkatan kerja.
Karena itu, Arsjad menegaskan, kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo untuk merevitalisasi pendidikan vokasi menjadi sangat penting. Sesuai amanat Peraturan Presiden tersebut, Kadin akan turut menyusun standar kompetensi kerja, sehingga ada link and mantch antara dunia pendidikan dan dunia kerja (usaha).
“Kolaborasi pemerintah dan dunia usaha dalam mendukung revitalisasi pendidikan seperti amanat Presiden ini sangat besar manfaatnya bagi masyarakat dan upaya mendukung Indonesia maju,” tuturnya.