Inflasi Dalam Pantauan Dunia Usaha
JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid mengungkapkan bahwa negara-negara di dunia saat ini sedang menghadapi tantangan yang makin kompleks, terutama akibat perang Rusia dan Ukraina. Dalam kondisi seperti itu, dunia usaha terus memantau perkembangan sejumlah indikator ekonomi.
Akibat perang dua negara di kawasan Eropa itu, pasokan barang di pasar internasional menghadapi hambatan. Tingkat permintaan, di tengah pemulihan ekonomi dari dampak Covid-19, jauh melampaui pasokan yang tersedia.
Energi termasuk komoditas yang mengalami kelangkaan pasokan. Harga minyak mentah melambung, bahkan bertahan di atas US$100 per barel. Posisi tersebut jauh di atas patokan pemerintah seperti tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 yang US$63 per barel.
“Kelangkaan juga terjadi pada pasokan pangan, sehingga harganya ikut melonjak,” ungkap Arsjad Rasjid, Senin (4/7/2022).
Kenaikan dua komoditas penting itu, lanjutnya, telah mendorong inflasi di banyak negara. Beberapa negara seperti Lebanon, Zimbabwe, Sudan serta Venezuela mengalami inflasi di atas 100% pada Mei 2022. Data Tradingnomics juga mengungkap, inflasi di Turki mencapai 73,5%.
Menurut Arsjad, kendati kondisi di Indonesia jauh lebih baik, namun tidak boleh lengah. Kewaspadaan harus terus diterapkan. Pada Mei 2022, inflasi tahunan mencapai 3,55%, namun naik menjadi 4,35% di Juni.
“Perkembangan inflasi itu sudah di atas rentang target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan pemerintah yang 3-4%,” ujarnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini mengingatkan, inflasi merupakan indikator penting yang menjadi perhatian dunia usaha. Kenaikan harga itu bukan hanya mempengaruhi harga di tingkat konsumen, tetapi juga menjadi beban produksi. Dunia usaha juga terus memantau perkembangan nilai tukar rupiah, suku bunga dan pertumbuhan ekonomi.
Seluruh indikator itu pada dasarnya saling terkait. Keseluruhan indikator ekonomi tersebut memberikan dampak langsung pada kinerja dunia usaha, sehingga semua akan mendapatkan perhatian di tengah situasi ekonomi yang sedang tidak stabil saat ini.
Kendati demikian, Arsjad memandang bahwa perekonomian nasional saat ini masih tetap solid. Investasi tumbuh positif, neraca perdagangan juga surplus. Pada Mei 2022, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar US$2,89 miliar. Pencapaian itu ditopang oleh sektor non migas, karena di sektor migas justru mengalami defisit.
Tak kelah pentingnya, masyarakat masih optimistis dengan kondisi perekonomian, seperti ditunjukkan melalui Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dikeluarkan Bank Indonesia. Pada Mei 2022, IKK mencapai 128,9, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang 113,1.
Indikator tersebut memberikan sinyal bahwa dunia usaha harus tetap optimistis bahwa kondisi perekonomian nasional masih aman dan terus membaik. Untuk terus memastikannya, Arsjad menyarankan agar dunia usaha bekerja dengan pemerintah dalam menghadapi tantangan yang sedang terjadi.
“Dunia usaha seperti Kadin Indonesia merupakan mitra strategis pemerintah, sehingga ikut memiliki kewajiban menjaga stabilitas di dalam negeri,” pesannya.