Ini Dampak Langsung Forum G20 Bagi Indonesia
JAKARTA–Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyelenggaraan rangkaian kegiatan G20 di bawah Presidensi Indonesia membawa dampak langsung bagi Indonesia. Salah satu manfaatnya adalah ikut menggeliatkan perekonomian Indonesia yang tengah terdampak oleh pandemi COVID-19.
“Kementerian Keuangan sama BI (Bank Indonesia) kemarin menjadi host (pertemuan G20). Kita melakukannya di Jakarta, waktu di Jakarta terjadi kemarin Omicron. Jadi kita (adakan pertemuan) di sini, mereka (delegasi G20) akan menginap di hotel. Itu berarti pada saat Omicron naik, hotel kosong, Grup 20 datang kan jadi menambah occupancy, itu bagus,” kata Menkeu di Podkabs (Podcast Kabinet dan Sekretariat Kabinet) bersama host Benedicta Trixie dilansir oleh laman Sekretariat Kabinet.
Tak hanya menginap, lanjut Menkeu, delegasi G20 juga berbelanja yang artinya juga menambah manfaat ekonomi bagi masyarakat. Selain itu, G20 juga menggerakkan sektor pariwisata di tanah air. Menkeu mencontohkan, berbagai pertemuan G20 yang diadakan di Bali berkontribusi mendorong bangkitnya sektor pariwisata yang menjadi sektor andalan di daerah tersebut.
“Kita mau memulihkan lagi pariwisata dengan G20. Kalau menteri keuangan dan bank sentral itu jumlah delegasinya bisa mencapai 600 (orang). Itu yang langsung, belum kemudian wartawan dan segala macam. Karena begitu melihat semua menteri-menteri keuangan negara yang penting, pasti wartawan seluruh dunia juga datang,” ujarnya.
Selain pertemuan di bawah sherpa track dan finance track, rangkaian pertemuan G20 juga diisi dengan berbagai side event yang diadakan di sejumlah lokasi di tanah air, seperti di Danau Toba, Labuan Bajo, Semarang, Yogyakarta, Minahasa Utara, Bandung, Makassar, hingga Manokwari.
“Kita bikin side event. Jadi perusahaan-perusahaan dari global juga datang. Ini yang menyebabkan kemudian dampak ekonomi yang positif tadi. Yang kita keluarkan untuk belanja menjadi perhelatan itu, yang masuk dan dibelanjakan oleh mereka yang datang cukup banyak,” kata Sri Mulyani.
Periode Presidensi G20 Indonesia yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” berlangsung mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Presidensi G20 adalah momentum Indonesia untuk berperan besar dalam memimpin pemulihan ekonomi global yang tidak hanya terguncang karena pandemi tetapi juga situasi geopolitik seperti perang di Ukraina.
“Peranan Bapak Presiden luar biasa di dalam, pertama, Indonesia di-respect karena situasi dunia yang sekarang fragmented dan kita selama ini dianggap sebagai negara yang non-blok. Dan oleh karena itu, entah itu bloknya Amerika-Eropa, Jepang dengan bloknya Rusia, bloknya RRT, blok negara-negara emerging yang lain, semuanya menghormati Indonesia,” kata Sri Mulyani.
Menkeu menambahkan, agar semua negara bisa tumbuh baik dunia juga harus menjadi lebih damai dan Indonesia sebagai presidensi G20 diharapkan bisa menjadi penengah yang baik. “Para pendiri bangsa kita itu sudah menyampaikan bahwa Indonesia akan ikut aktif di dalam menjaga ketertiban dunia, itu berdasarkan perdamaian abadi,” katanya.
Hal senada diungkapkan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sekaligus Ketua Dewan Penasihat Business 20 (B20), Arsjad Rasjid menilai, posisi G20 sangat penting untuk mendukung pemulihan global, khususnya di bidang ekonomi. Saat ini Indonesia merupakan Presidensi G20, menggantikan Italia.
Bagian penting dari kegiatan G20 adalah pertemuan dunia usaha dari negara-negara anggota yang dikenal dengan Business 20 (B20), yang akan digelar di Bali pada 13-14 November 2022.
Arsjad menekankan pentingnya keberadaan Forum G20 untuk mengatasi tantangan yang sedang terjadi, termasuk mencegah terjadinya kondisi lebih buruk. Kata dia, G20 merupakan satu-satunya forum tempat negara maju dan negara berkembang berkumpul bersama, berdiskusi secara terbuka dan jujur tentang isu-isu yang berkembang.
Di sisi bisnis, Kadin Indonesia yang mendapat kehormatan untuk memimpin B20, juga dapat memainkan peran penting dalam mempersempit kesenjangan sosial serta ekonomi global. “Kita harus memastikan seluruh masyarakat global, setidaknya di negara-negara G20, mampu mencapai standar kemakmuran yang tinggi,” kata Arsjad.