JAKARTA–Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid mengingatkan dunia usaha membuat kebijakan masing-masing untuk mengendalikan konsumsi bahan bakar minyak dan gas (BBM). Gonjang-ganjing harga BBM itu juga dapat menjadi momentum yang dapat dimanfaatkan bagi pengusaha untuk menyerukan pengembangkan industri hijau.
Contoh kecil pengendalian konsumsi BBM, kata Arsjad, dapat dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan menggunakan transportasi publik ataupun jemputan khusus karyawan. Langkah itu pun bisa sekaligus mengurangi kemacetan dan mengurangi gas emisi di Indonesia.
“Momentum ini juga dapat dimanfaatkan bagi pengusaha untuk menyerukan pengembangkan industri hijau, terutama dalam mengurangi emisi karbon sebanyak 29% hingga tahun 2030 mendatang. Hal ini juga sesuai dengan komitment Pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sebanyak 29% sampai tahun 2030 mendatang dan mencapai target Net Zero Emission (emisi nol bersih) pada tahun 2060 atau lebih cepat,” kata Arsjad di Jakarta, Sabtu (27/8/2022).
Arsjad menambahkan program diversifikasi energi dari energi fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT) masih dalam proses perkembangan karena terdapat kendala dalam pendanaan dan teknologi. “Dibutuhkan kerja sama dan kemitraan yang kuat antara public dan swasta untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut, seperti pemberian insentif seperti pajak dan tarif untuk mengakselerasi pemberdayaan EBT di Indonesia sehingga membuat EBT kompetitif dibandingkan dengan energi fosil dan membentuk pasar yang menarik bagi investor,” katanya.
Arsjad mengatakan kenaikan harga bahan bakar akan menimbulkan banyak kontroversi dalam masyarakat. Kontroversi itu akhinya membentuk tiga kelompok yaitu pihak yang mendukung (pro), pihak yang menerima saja kebijakan (abstain), dan pihak yang menolak dengan keras kebijakan yang ada (kontra).
“Dunia usaha termasuk ke dalam kelompok abstain karena dunia usaha sendiri diatur oleh regulasi pemerintah. Tentunya, dunia usaha harus membuat kebijakan masing-masing untuk mengendalikan konsumsi BBM,” kata Arsjad.
Arsjad mengatakan kenaikan BBM bukanlah hal baru di Indonesia. Harga BBM sudah mengalamani banyak kenaikan dan penurunan yang disusul dengan alasan-alasan tersendiri. Bagi Arsjad, kenaikan harga BBM merupakan salah satu cara untuk menyeimbangkan perekonomian Indonesia.
Kebutuhan BBM Indonesia masih impor dari luar sebanyak 1,5 juta barel minyak. Harga minyak mentah dari Januari hingga Juli 2022 sudah tembus US$ 105 per barel. Padahal harga minyak mentah Indonesia pada APBN 2022 ditetapkan sebesar US$ 63 per barel. Artinya subsidi yang ditanggung pemerintah dapat tembus hingga Rp600 triliun.
“Nilai subsidi yang sebesar hingga Rp600 triliun ini sama dengan 25% total pendapatan APBN di mana jika dilanjutkan tidak menyehatkan keuangan negara. Namun pemerintah sebisa mungkin menahan untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi. Terdapat penambahan anggaran untuk subsidi BBM sebesar Rp502 triliun,” ujar Arsjad.
Pemerintah saat ini masih belum memutuskan kenaikan harga BBM. Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, alokasi anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang sebesar Rp502 triliun luar biasa besar. Jika alokasi energi hanya digunakan untuk BBM, maka alokasi anggaran tidak akan cukup untuk kebutuhan energi lain selain BBM.
“Angka ini sangat besar dan rill, dan ini masih belum cukup dan masih berpotensi menambah Rp 195 triliun dengan tren harga minyak dan volume konsumsi oleh masyarakat,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jumat (26/8/2022).
Sementara Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), menyebut pemerintah tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan. Pemerintah, kata dia, akan melakukan kalkulasi sebelum memutuskan harga BBM subsidi seperti Pertalite.
Presiden Jokowi mengemukakan keputusan terkait harga bensin subsidi perlu dipikirkan dengan matang. Baik dari sisi waktu maupun besaran. Jokowi tak ingin, keputusan yang diambil pemerintah justru memberikan beban lebih kepada masyarakat, khususnya yang kurang mampu.
Presiden menginstruksikan kepada jajarannya untuk melakukan kalkulasi secara mendalam. “Harus dihitung juga menaikkan inflasi yang bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi semuanya saya suruh menghitung betul hitung betul sebelum diputuskan,” ujar Presiden Jokowi.