JAKARTA–Forum G20 di Bali merupakan momentum untuk menyalakan secercah cahaya menyongsong 2023. Pasalnya, sejumlah lembaga internasional mengingatkan betapa beratnya tantangan di 2023.
Ketua Umum KADIN Indonesia sekaligus Host of B20, Arsjad Rasjid mengatakan, KTT G20 dan berbagai side event B20 di Bali merupakan asa untuk menyalakan cahaya menyongsong tantangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
“Selain meninggalkan legacy yang kuat, G20 harus diarahkan pada kolaborasi bersama negara-negara dan tentu saja para pengusaha untuk menyepakati langkah-langkah antisipasi untuk tahun depan,” kata Arsjad dalam keterangannya, Senin (17/10/2022).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan diperkirakan masih positif di level 5 persen. Karena itu, Arsjad yakin momentum G20 dan B20 harus menjadi titik tolak bagi Indonesia untuk mempertahankan prediksi tersebut. Sejumlah kerja sama riil yang inklusif harus dapat dipastikan sejak dari Bali untuk mempertahankan neraca perdagangan.
Periode Presidensi G20 Indonesia yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” berlangsung mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Presidensi G20 adalah momentum Indonesia untuk berperan besar dalam memimpin pemulihan ekonomi global yang tidak hanya terguncang karena pandemi tetapi juga situasi geopolitik seperti perang di Ukraina.
Arsjad menilai, posisi G20 sangat penting untuk mendukung pemulihan global, khususnya di bidang ekonomi. Bagian penting dari kegiatan G20 adalah pertemuan dunia usaha dari negara-negara anggota yang dikenal dengan Business 20 (B20), yang akan digelar di Bali pada 13-14 November 2022.
Arsjad menekankan pentingnya keberadaan Forum G20 untuk mengatasi tantangan yang sedang terjadi, termasuk mencegah terjadinya kondisi lebih buruk. Kata dia, G20 merupakan satu-satunya forum tempat negara maju dan negara berkembang berkumpul bersama, berdiskusi secara terbuka dan jujur tentang isu-isu yang berkembang.
“Tidak semua negara bakal mengalami resesi dan Indonesia perlu bergabung dalam negara-negara ini untuk menjadi cahaya bagi pertumbuhan ekonomi global di tahun depan,” ujar Arsjad.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan tahun depan akan gelap setelah pertemuannya dengan Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), International Monetary Fund (IMF), hingga kepala negara G7.
IMF bahkan merevisi tiga kali outlook pertumbuhan ekonomi global. Pada Januari tahun ini, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global 3,8 persen, pada Juli menjadi 2,9 persen, dan sekarang menjadi 2,7 persen.
Sepertiga negara di dunia yang sedang sakit karena tekanan ekonomi. 66 negara berada dalam posisi yang rentan untuk kolaps dan 28 negara sedang dalam daftar antrian sebagai pasien IMF. Negara-negara itu sedang menghadapi komplikasi penyakit, baik dari beban utang yang tinggi, lemahnya fundamental makroekonomi, dan isu stabilitas politik.