JAKARTA–Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid menyakini bahwa nilai-nilai agama bermanfaat sebagai pendorong dan pemacu pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Untuk itu, Arsjad mengatakan dunia membutuhkan lebih banyak platform dialog antaragama, seperti Religion 20 (R20), untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan menumbuhkan toleransi antarumat beragama.
Pandangan tentang pentingnya agama dalam ranah bisnis dan ekonomi itu diungkapkan Arsjad dalam pembukaan acara R20 di Nusa Dua, Bali, Rabu (02/11/2022). Forum ini diprakarasai Nahdlatul Ulama (NU), bekerja sama dengan Liga Muslim Dunia, dihadiri oleh para pemuka agama dari berbagai belahan dunia, mendahului Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20. Forum ini membahas peran agama dalam solusi masalah dunia.
“Hari ini sejarah sedang dibuat ketika pemerintah, lembaga keagamaan, masyarakat sipil, dan pelaku bisnis berkumpul untuk mengambil tindakan nyata dan melawan tantangan global yang mempengaruhi semua orang tanpa memandang ras, agama, kepercayaan, atau asosiasi,” kata Arsjad.
Bagi penganutnya, Arsjad mengatakan, nilai agama menjadi panduan dalam bertindak dan berperilaku. Menurutnya, peran agama sangat penting dalam mengatasi tantangan global saat ini.
G20 telah merumuskan tiga isu prioritas dalam mengatasi tantangan global, yaitu isu kesehatan, transformasi digital, dan transisi energi berkelanjutan. “Namun, memperjuangkan cita-cita tersebut datang dengan masalah tersendiri,” kata Arsjad.
Arsjad mencontohkan arsitektur kesehatan global berusaha untuk memperkuat sistem kesehatan global, sehingga dunia siap menghadapi pandemi berikutnya. Namun, pada kenyataannya, Arsjad melihat ada ketidakadilan dalam pengadaan vaksin. Negara kaya dengan lebih banyak modal untuk mempercepat penelitian, manufaktur, dan peluncuran vaksin. Sementara ekonomi miskin tertinggal dan dibiarkan bertahan hidup sendiri.
Dalam konteks transformasi digital dan transisi energi berkelanjutan pun terdapat pedang bermata dua. Teknologi dapat memberdayakan jutaan orang melalui teknologi, tetapi di sisi lain akan mengikis kebutuhan akan banyak pekerjaan yang akan digantikan oleh mesin dan otomatisasi.
Hal yang sama berlaku untuk transisi energi. Bagi mereka yang saat ini bekerja untuk ekonomi fosil ekstraktif, transisi hijau akan menjadikan keahlian dan keterampilan mereka usang.
“Untuk mengatasi masalah ini secara inklusif, kita harus menanamkan struktur kekuatan politik dan ekonomi dunia dengan nilai-nilai moral, spiritual, dan agama. Semua agama memiliki benang merah, yaitu mengajarkan kasih sayang dan cinta kepada umat manusia,” ungkap Arsjad.
Sebagai negara yang beragam dan multiagama, Arsjad menambahkan, Indonesia telah mengembangkan sistem pembangunan ekonomi dan pemberdayaan yang menanamkan nilai-nilai agama.
Nilai-nilai tradisional seperti Gotong Royong dan Bhineka Tunggal Ika adalah nilai-nilai inti bagi Indonesia dan bangsa Indonesia. “Konsep ini unik bagi kami, dan kami harus memegangnya untuk pembangunan ekonomi yang adil dan merata,” tegas Arsjad.
Dengan nilai tradisional itu, Arsjad melihat bahwa Indonesia menerapkan model ekonomi “tidak meninggalkan siapa pun”, bukan semata mengejar angka pertumbuhan.
Bagi Arsjad, transisi yang adil adalah memastikan bahwa setiap orang yang terpengaruh dapat menyampaikan pendapatnya. Ia menegaskan tidak seorang pun akan tertinggal dalam merancang kebijakan.“Kami menegaskan bahwa langkah transisi menuju ekonomi berkelanjutan tidak dapat dibuat dengan mengorbankan orang miskin dan rentan,” tegas Arsjad.
Dalam konteks global, Arsjad pun memperkenalkan konsep 5P, yaitu Peace, Properity, People, Planet dan Partnership. “Tanpa perdamaian, usaha apapun akan sia-sia,” ujar Arsjad.
Adapun Properity atau kemakmuran berkontribusi pada realisasi perdamaian. Visi ini akan mengakhiri sosial dan kesenjangan ekonomi meminimalkan peluang konflik yang berakar pada kesenjangan dan ketidaksetaraan.
Dalam konsep People, Arsjad menekankan pentingnya pengembangan, keterampilan, dan otonomi sebagai individu yang berkontribusi pada kepuasan, pembangunan ekonomi, dan kemakmuran. Sama pentingnya dengan pelestarian planet yang memastikan umur panjang dan kesehatan manusia.
Terakhir, partnership yang mempercepat dunia dalam mencapai tujuannya tanpa meninggalkan siapa pun. “Dalam kesempatan ini, saya ingin meminta forum ini untuk mendukung dan memperkuat kebutuhan yang mendesak, yaitu kemitraan global dan solidaritas internasional,” ujarnya.
Arsjad menambahkan, setiap negara memiliki kekurangan, terutama negara berkembang yang menggunakan sumber daya terbatas. Menurutnya transisi yang adil memerlukan perubahan pola pikir dalam cara pengambilan keputusan dan tindakan. Untuk itu, perlu memulihkan dan menemukan kembali nilai umum kemanusiaan, seperti solidaritas, martabat manusia, inklusivitas sosial, dan kesetaraan ekonomi sambil berjuang menuju lingkungan ekonomi berkelanjutan.