JAKARTA–Kendati dibayang-bayangi oleh perlambatan ekonomi global tahun ini, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia memprediksikan ekonomi Indonesia tetap tumbuh sekitar 4,8 persen – 5 persen pada tahun ini. Prediksi tersebut sedikit lebih turun dari target pertumbuhan ekonomi pemerintah sekitar 5,3 persen.
International Monetary Fund (IMF) memprediksi bahwa ekonomi global akan melambat dari 2,9 persen menjadi 2,7 persen. Proyeksi itu direvisi oleh IMF sebab, inflasi di berbagai negara terpantau tinggi yang diperparah dengan belum berakhirnya ketegangan geopolitik.
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal III-2022 mencapai 5.72 persen dan diperkirakan akan tumbuh setidaknya 4,8-5,0 persen pada tahun 2023,” kata Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid dalam keterangannya, Senin (2/1/2022).
Arsjad Rasjid mengatakan, sektor komoditas, energi terbarukan, dan sektor-sektor yang bertumpu pada pasar domestik menjadi tulang punggung ekonomi tahun ini. Akibat konflik geopolitik, permintaan terhadap komoditas energi bakal naik. Hal ini terjadi karena Rusia melakukan eskalasi politik melalui penguasaan energi untuk daratan Eropa.
Namun, di sisi lain, permintaan terhadap produk ekspor lainnya bakal menurun karena negara-negara di Eropa dan Amerika mengerem belanja. Permintaan yang menurun tersebut berimbas pada sektor-sektor usaha yang mengandalkan ekspor.
“Pasar domestik menjadi andalan tahun ini. Karena itu, perlu intervensi bersama agar pasar domestik tetap tumbuh dan masyarakat memprioritaskan untuk memenuhi kebutuhannya dari produk dalam negeri,” kata Arsjad.
Arsjad menambahkan, dengan kebijakan larangan ekspor nikel, menyusul bauksit dan timah ingot, Indonesia kini berada di jalur tepat untuk mendisain ekosistem ekonomi skala besar. Salah satu turunan dari konsistensinya kebijakan hilirisasi adalah investasi yang bakal berdatangan untuk industri kendaraan listrik.
Di samping itu, komitmen terhadap pengembangan energi terbarukan juga bakal menambah daya tarik untuk investasi di Indonesia. Karena itu, KADIN mendorong semua pelaku usaha dalam negeri untuk mendukung arah kebijakan ekonomi pemerintah saat ini yang bertumpu pada hilirisasi dan pengembangan energi bersih.
Namun, lanjut Arsjad, sejumlah tantangan masih membayangi pelaku usaha tahun ini. Tantangan itu di antarannya kenaikan suku bunga acuan yang bakal disusul dengan suku bunga riil, kebaikan upah minimum, dan kebijakan-kebijakan baru lainnya seperti pengenaan cukai minuman kemasan plastik dan berpemanis, serta kebijakan Zero Over Dimmension and Overload (ODOL).
“Pelaku usaha bakal mengerem laju ekspansi dan produksi apabila kondisi ekonomi semakin menekan, dari kombinasi dampak perlambatan ekonomi global, kenaikan suku bunga, dan upah minimum. Sementara kebijakan sektoral lainnya dapat memicu kenaikan harga yang berpengaruh pada daya beli masyarakat,” katanya.
Menurut Arsjad, daya beli konsumen menjadi pemicu 55 persen pertumbuhan PDB nasional. Karena itu, sebagai mitra pemerintah, KADIN Indonesia mendukung berbagai langkah pemerintah dalam rangka memperkuat pasar dalam negeri, menjaga roda perekonomian tetap berputar, dan daya beli masyarakat terjaga.
“Penyelarasan terhadap berbagai kebijakan yang dapat berpengaruh pada pasar domestik perlu dilakukan segera agar sejak awal ekonomi Indonesia benar-benar memiliki landasan yang kuat di dalam negeri,” tambahnya.