Empat Faktor Pendukung Swasembada Pangan
JAKARTA ― Ketangguhan Indonesia, salah satunya, harus didukung oleh ketahanan pangan yang kuat. Oleh karena itu, Peta Jalan Indonesia Emas 2045 yang disusun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menjadikan ketangguhan sebagai pilar pembangunan pertama yang harus diperkuat oleh bangsa ini.
Menurut Arsjad Rasjid, upaya mewujudkan ketahanan pangan harus diiringi dengan pembangunan ekosistem swadaya. “Ketangguhan terkait pangan harus didukung dengan rancangan ekosistem pangan swasembada,” terang Arsjad.
Untuk mencapai swadaya pangan ini, Arsjad menyebutkan, setidaknya terdapat empat faktor yang harus dipenuhi.
Pertama, maksimalkan produksi pangan dalam negeri
Diterangkan Arsjad, terkait hal ini, petani kecil harus menjadi perhatian utama dalam mengoptimalkan produksi pangan.
Melalui model kemitraan inklusif closed loop, perusahaan besar bisa memberikan pendampingan bagi petani untuk menyokong produktivitas pertaniannya. Selain itu, dukungan atas kesejahteraan petani juga bisa dilakukan dengan berbagi pengetahuan, teknologi, bantuan akses pendanaan, serta pemasaran.
Kedua, investasi teknologi pertanian
Arsjad menjelaskan, adaptasi teknologi dan inovasi terbaru diperlukan agar produktivitas pertanian bisa meningkat. Adapun dukungan atas adopsi teknologi itu bisa dilakukan melalui akses terhadap pasar, misalnya e-commerce; perbaikan proses budidaya pertanian, misalnya pemanfaatan internet; serta bioteknologi, misalnya bibit unggul.
Ketiga, cadangan pangan
Disebutkan Arsjad, cadangan pangan penting dipastikan untuk mengantisipasi kejadian tak terduga di kemudian hari.
Upaya ini bisa dilakukan melalui sejumlah strategi, seperti menerapkan analisa prediktif untuk pengambilan keputusan dalam penyimpanan bahan pangan, termasuk menetapkan cadangan pangan strategis. Selain itu juga dengan memanfaatkan sistem tata kelola pencatatan pangan terintegrasi.
Keempat, bijak mengimpor bahan pangan
Masih menurut Arsjad, produksi pangan dalam negeri terkadang belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Karenanya, kadang juga harus dipenuhi dengan mengimpor bahan pangan dari negara lain.
“Namun, keputusan impor benar-benar harus dilakukan dengan bijak. Misalnya, dengan memanfaatkan analisa prediktif dan keberagaman sumber impor,” tutur Arsjad.