JAKARTA–Pengusaha nasional Arsjad Rasjid mengatakan, ketahanan pangan nasional harus menjadi fokus utama dalam memperkuat fundamental ekonomi. Komponen tersebut sangat mempengaruhi daya beli masyarakat dan kondisi pasar, mengingat merupakan kebutuhan vital masyarakat.
Pangan menjadi salah satu yang terus berkontribusi terhadap inflasi. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari, inflasi tercatat mencapai 2,75 year on year (YoY), dipengaruhi terutama oleh fluktuasi harga pangan yang mencapai 8,47 persen YoY.
Indonesia juga memiliki siklus tahunan, seperti bulan Ramadan dan Nataru. Dalam siklus tersebut, harga pangan selalu fluktuatif dan cenderung naik mengingat permintaan pasar yang tinggi.
Arsjad menambahkan, perang geopolitik ke depan juga terkait masalah ketahanan pangan. Negara yang memiliki ketersediaan pangan yang kuat ke depan akan menjadi salah satu negara yang unggul.
Hal ini sudah terbukti dengan adanya pembatasan ekspor beras yang dilakukan India maupun gandum dari Rusia.
“Ketahanan pangan merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak bisa berdiri sendiri. Butuh kerja sama semua pihak, seperti inisiatif Inclusive Closed Loop untuk membangun kesinambungan antara pangan dan kesejahteraan pelaku pangan,” ujar dia.
Arsjad menegaskan, ketahanan pangan harus melibatkan semua pihak, dari hulu hingga hilir. Selain para petani, nelayan sebagai ujung tombak, butuh akademisi, universitas, pengusaha, dan pemerintah. Pasalnya, dimensi unggul tersebut harus dilakukan secara terukur, agar dapat berjalan dalam satu visi besar.
“Inisiatif Inclusive Closed Loop adalah berjuang bersama, gotong royong sehingga hasilnya juga bisa dinikmati bersama,” katanya.