Alarm Ketahanan Pangan di Negara Lumbung Pangan

JAKARTA–Indonesia sebagai negara agrikultur sejatinya telah lepas landas dalam menata ketahanan pangan di dalam negeri. Namun, kondisi ideal tersebut belum terjadi mengingat ketimpangan akses masyarakat terhadap pangan, baik dalam kondisi normal maupun kebencanaan.

Ketimpangan akses masyarakat itu menjadi alarm dalam menata ketahanan pangan di negara lumbung pangan ini. Dalam konteks yang lebih luas, negara-negara di Asia Tenggara harus berkolaborasi untuk menyiapkan sejumlah langkah strategis untuk mewujudkan ketahanan pangan di kawasan. Komitmen tersebut bakal tertuang dalam KTT ASEAN yang akan datang.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid yang juga Ketua ASEAN Business Advisory Council (BAC) 2023 mengatakan, sektor agrikultur Asia Tenggara memang berkembang pesat, namun tidak lepas dari krisis pangan. Sekitar 20% dari populasi di Asia Tenggara mengalami kerentanan pangan, dengan hasil panen di bawah rata-rata global.

Salah satu penyebab utamanya adalah sejumlah hambatan yang terjadi di sektor hulu pangan, seperti akses petani ke benih dan pupuk berkualitas, kurangnya infrastruktur dan teknologi, terbatasnya akses pembiayaan dan pasar, serta kurangnya keahlian dan pengetahuan petani.

“Kondisi ini juga menimpa Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya, sehingga komitmen bersama untuk menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan menjadi prioritas dalam ASEAN BAC 2023. Semua orang harus punya akses terhadap makanan dalam kondisi normal maupun bencana,” ujar dia.

Arsjad menambahkan, Indonesia telah memiliki sejumlah program dalam rangka menciptakan lumbung pangan dan memberikan akses masyarakat terhadap ketahanan pangan. Namun, program tersebut harus benar-benar dikawal agar lahan-lahan yang sudah dialokasikan sebagai lumbung pangan dapat menghasilkan panen yang maksimal, sesuai dengan tujuan dan peruntukkannya.

Di lain pihak, KADIN sendiri juga menerapkan inisiatif inclusive closed loop atau pendampingan melekat yang menyasar pada petani-petani di daerah. Program tersebut dapat menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi petani dalam rangka mendorong produktivitas, pemasaran, dan permodalan.

Dengan demikian, petani mampu menghasilkan produk ketahanan pangan, tetapi juga berkembang menjadi pengusaha kelas menengah baru yang memiliki kontribusi nyata terhadap ekonomi di daerah.

“Program ini akan menjadi salah satu warisan dalam ASEAN BAC 2023, yang sudah diperkenalkan kepada negara-negara di ASEAN dan disepakati akan menjadi program unggulan yang diterapkan di berbagai negara di ASEAN,” kata dia.