Arsjad dan Solusi Harga Gandum

JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid mengungkapkan bahwa Indonesia sulit menghindari dampak kenaikan harga komoditas pangan global, termasuk gandum. Perang Rusia dan Ukraina yang hingga saat ini masih berlangsung telah mendorong kenaikan harga komoditas tersebut.

“Perang tersebut telah menyebabkan terganggunya kegiatan produksi dan rantai pasok,” ujarnya Jumat (15/7/2022). Akibatnya, pasokan gandum di pasar internasional tersendat, sehingga komoditas tersebut mengalami inflasi atau kenaikan harga jual.

Sejak Januari hingga Mei tahun 2022 (year to date) misalnya, harga gandum sudah naik sekitar 39,5%, dari US$374,2 per ton menjadi US$522,3 per ton. Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam lima tahun terakhir (2018-Mei 2022), secara kumulatif yang menjadi pemasok terbesar untuk gandum impor Indonesia adalah Ukraina.

Dalam kurun waktu itu, impor gandum dari Ukraina mencapai 11,5 juta ton atau 24,4% dari total gandum impor yang sebanyak 47,0 juta ton. Pemasok terbesar kedua adalah Australia dengan porsi 22,2%. Pada periode tersebut, Rusia juga tercatat mengirimkan gandum ke Indonesia sebanyak 1,8 juta ton atau 3,9% dari total gandum impor.

Khusus untuk tahun 2022, mengingat Rusia dan Ukraina sedang menghadapi perang, kiriman gandum dari dua negara tersebut nyaris tidak ada. Hingga Mei 2022, hanya dari Ukraina yang tercatat memasok 5.000 ton, sementara Rusia nihil.

Karena itulah, ungkap Arsjad, Indonesia ikut terkena dampak dari dinamika geopolitik global yang sedang berlangsung. Gangguan pada pasokan gandum akan memicu kenaikan harga pangan, seperti roti, mie instan dan produk olahan gandum lainnya.

“Jadi, sejumlah harga komoditas di dalam negeri akan terdampak langsung dari konflik Rusia-Ukraina, termasuk harga mie instan,” papar Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu.

Selain akibat gangguan pasokan, kenaikan harga gandum juga didorong oleh melambungnya harga minyak mentah. Biaya logistik jadi lebih mahal, dan pada akhirnya ikut memengaruhi harga komoditas.

Dalam kondisi seperti ini, Arsjad mengimbau kepada para pengusaha agar ikut menjaga keseimbangan pasar dalam menentukan harga. Jika direspons berlebihan, yaitu menaikkan harga jual produk dari olahan gandum terlalu tinggi, justru berpotensi menurunkan tingkat permintaan.

Dia juga berharap kepada pemerintah agar ikut menjaga daya beli masyarakat melalui instrumen fiskal. Dengan begitu, kegiatan ekonomi nasional tetap bergairah.

“Jadi selain pengusaha, pemerintah juga memainkan peran penting untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi yang sedang berjalan,” tegasnya.

Arsjad menegaskan pentingnya peran pengusaha dan pemerintah dalam menjaga pasar atau kegiatan ekonomi tetap berdenyut, mengingat naiknya harga gandum merupakan dorongan dari faktor eksternal yang tak dapat dikontrol. Sebab terjadinya inflasi harga gandum didorong oleh masalah pada sisi pasokan.

“Karena itu, daya tahan kita harus kuat. Kita harus bersanding dalam menghadapinya. Bukan waktunya mengedepankan sikap bersaing,” ujarnya.