Arsjad Rasjid dan Komitmen Membangun SDM Unggul
JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat untuk membahas Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Dalam draf regulasi tersebut, cuti melahirkan diusulkan paling sedikit 6 bulan.
Menurut pengusaha nasional Arsjad Rasjid, tentu dunia usaha akan menyesuaikan jika RUU itu kelak menjadi undang-undang dan menetapkan ketentuan cuti tersebut. “Bagi dunia usaha, yang penting tentunya ada kepastian hukum, sehingga dapat menjadi panduan dalam membuat kebijakan dalam berusaha,” ujarnya Rabu (22/6/2022).
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu menuturkan bahwa RUU KIA itu ingin menitikberatkan pada masa pertumbuhan emas anak. Kebijakan itu, antara lain untuk mencegah terjadinya stunting yang saat ini masih tinggi di Indonesia.
Dalam konteks itu, dia menegaskan bahwa pihaknya sangat mendukung komitmen pemerintah tersebut. Kendati demikian, seperti disampaikan Kementerian Kesehatan, stunting merupakan kondisi gagal pertumbuhan pada anak (tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
Kondisi tersebut mengakibatkan pertumbuhan anak berada di bawah normal dan mengalami keterlambatan berpikir. “Kami tentu sangat mendukung segala upaya untuk menciptakan SDM yang unggul di masa depan,” katanya.
Hal ini juga harus menjadi perhatian yang serius. Jangan sampai ribut masalah cuti, tapi justru kehilangan substansinya, yaitu gizi untuk mendukung kesehatan anak.
Dia mengamini bahwa untuk menciptakan SDM unggul harus mendapatkan perhatian sejak dini. Kehadiran SDM yang unggul, katanya, akan menjadi fondasi Indonesia ke depan. Bagi dunia usaha juga sangat penting, karena akan mendukung kinerja yang berkesinambungan.
Untuk itulah, Arsjad menegaskan, perhatian tidak hanya berhenti pada persoalan teknis cuti melahirkan, tetapi jangan melupakan substansinya, yaitu masalah gizi. Ketersediaan dan keterjangkauan gizi untuk anak ini harus ikut diperhatikan.
Dia juga berharap agar pemerintah dan DPR bijak dalam memutuskan RUU tersebut. Dampaknya terhadap dunia usaha juga harus diperhitungkan.
Selain itu, RUU juga mengatur soal hak gaji bagi karyawan yang cuti hamil. Dalam kurun waktu 3 bulan saat cuti, masih berhak gaji 100%, selanjutnya menjadi 75% hingga akhir masa cuti. “Kalau jadi ketentuan, ya perusahaan tentu akan beradaptasi,” katanya.
Arsjad menegaskan kembali bahwa substansi dari RUU yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 itu adalah melindungi hak kesejahteraan ibu dan anak. Merawat dan menumbuhkan anak agar menjadi SDM unggul serta memberikan perlindungan bagi ibu yang melahirkan.
Untuk itu, jangan terjebak soal teknis lama waktu cuti. Masalah ini tentu dapat dikompromikan dengan dunia usaha. “Tapi upaya dalam menciptakan SDM unggul wajib menjadi komitmen bersama,” tegasnya.