Arsjad Rasjid, Hutan Mangrove, dan Transisi Energi
JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid menyambut baik kebijakan pemerintah dalam rehabilitasi hutan mangrove yang merupakan bagian dari komitmen menghadapi perubahan iklim. Hal itu sejalan dengan komitmen Indonesia sebagai Presidensi G20.
Pernyataan itu disampaikan berkenaan dengan peresmian Persemaian Rumpin, Peluncuran Rehabilitasi Mangrove, dan World Mangrove Center di Persemaian Rumpin, Kabupaten Bogor oleh Presiden Joko Widodo, Jumat (10/6). Pada kesempatan itu, Presiden menyampaikan bahwa rehabilitasi hutan mangrove merupakan salah satu bentuk konkret pemerintah dalam upaya mereduksi karbon. Hutan mangrove, sambungnya, dapat menyerap karbon empat kali lipat dibandingkan hutan biasa.
Hingga akhir 2024, pemerintah menargetkan paling tidak 600 ribu hektare lahan mangrove sudah terehabilitasi. Kemudian, dalam tiga tahun ke depan, pemerintah berencana membangun 30 pusat persemaian yang serupa persemaian Rumpin dengan produksi bibit mencapai 10 juta dalam setahun.
Arsjad yang juga merupakan Ketua Dewan Penasihat B20 menjelaskan, transisi energi menjadi penting karena telah menjadi kepedulian global. Bahkan, isu tersebut menjadi salah satu fokus Indonesia dalam Presidensi G20, tertutama transisi global menuju energi baru terbarukan serta zero emission yang ditargetkan paling lambat pada 2060.
Komitmen terhadap transisi energi ini juga akan menjadi bahasan pada B20 di Bali pada November 2022. Arsjad sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga menegaskan bahwa dunia usaha memiliki komitmen kuat untuk mendukung pengembangan energi bersih.
“Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi energi terbarukan. Dari tenaga surya, hidroelektrik, panas bumi, hingga energi angin. Potensi ini sangat menarik untuk dijadikan peluang investasi di Indonesia,” ucapnya.
Arsjad telah menawarkan peluang tersebut kepada para pengusaha global untuk menanamkan investasinya di Indonesia, khususnya pada sektor ekonomi hijau atau green economy. Sektor tersebut merupakan bagian dari transisi energi di Indonesia. Ajakan itu, antara lain telah disampaikan kepada komunitas dunia usaha antara lain di Amerika Serikat, Kanada, serta Belanda.
Menurut dia, nilai ekonomi hijau Indonesia sekitar US$100-125 miliar. Saat ini Indonesia sudah memiliki sekitar 47 proyek hijau senilai US$11 miliar, termasuk di dalamnya pembangkit listrik dengan energi terbarukan.
“Kita ingin pembangunan ekonomi di Indonesia yang bersifat kolaboratif dan inklusif, sehingga keterlibatan investor global menjadi penting,” jelas Arsjad.