Arsjad Rasjid Ingatkan Ancaman Inflasi
JAKARTA – Inflasi tahunan pada Juni 2022 yang telah menembus target Bank Indonesia harus diwaspadai, mengingat kondisi eksternal masih belum stabil. Apalagi, saat ini mulai ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Pengusaha nasional Arsjad Rasjid menjelaskan, peningkatan harga termasuk dari BBM itu berpotensi mendorong inflasi yang berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat. Beban pengeluaran masyarakat akan bertambah seiring dengan adanya kenaikan harga.
“Situasi ini harus diwaspadai bersama agar situasinya tetap kondusif. Inflasi yang tinggi akan berpengaruh besar pada kehidupan sosial dan ekonomi nasional,” ujarnya, Senin (11/7/2022).
Arsjad mengungkapkan bahwa realisasi harga minyak mentah serta inflasi sudah di atas patokan pemerintah dan Bank Indonesia. Untuk minyak mentah misalnya, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 mematok US$63 per barel.
Namun pada Maret 2022, rata-rata harga minyak dunia di pasar internasional telah mencapai titik tertinggi, yaitu US$112 per barel, lebih tinggi 76,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Harga yang jauh lebih tinggi dari patokan pemerintah ini akan menambah beban anggaran, baik untuk subsidi maupun kompensasi.
Sementara untuk inflasi, Bank Indonesia memasang target 3+/-1 atau 3-4% pada tahun ini. Nyatanya, inflasi tahunan Juni 2022 sudah 4,35%. “Di tengah kondisi global yang masih bergejolak akibat perang Rusia dan Ukraina, harga komoditas belum bisa dikatakan stabil pada posisi tertentu,” katanya.
Arsjad menegaskan, kenaikan harga minyak mentah tersebut sangat vital, karena akan mendorong harga-harga lain di tingkat konsumen. Dari harga bahan bakar minyak hingga transportasi bisa terpengaruh, sehingga berpotensi menaikkan harga jual barang di tingkat konsumen.
Kenaikan harga yang lebih cepat dan lebih tinggi dari pendapatan akan menyulitkan masyarakat untuk menjangkau barang dan jasa. Akibatnya, tingkat permintaan berpotensi turun, sehingga menjadi disinsentif bagi dunia usaha untuk berproduksi.
Lebih lanjut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini menjelaskan, tekanan terhadap dunia usaha akan bertambah jika produsen juga menghadapi kenaikan harga bahan baku produksi yang tinggi. Apalagi, pada Maret 2022 inflasi harga produsen mencapai 9,1% (yoy), tertinggi sejak 2011.
“Ini mengindikasikan bahwa produsen atau dunia usaha menghadapi tekanan harga yang besar,” paparnya.
Dampak inflasi, terutama akibat kenaikan harga minyak mentah, memang akan merambat ke banyak sisi kehidupan ekonomi. Pemerintah terkena beban tambahan subsidi, sementara masyarakat terimbas kenaikan pengeluaran. Sedangkan dunia usaha, jika inflasi terlalu tinggi, produksinya berpotensi menurun seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat.
Untuk itulah, Arsjad mengingatkan pentingnya para pemangku kepentingan untuk bersanding dalam dalam menghadapi situasi yang sedang terjadi. “Bagi dunia usaha, bukan waktunya selalu memikirkan persaingan atau bertanding, tapi ikut menciptakan kerja sama atau bersanding demi menjaga stabilitas ekonomi,” ujarnya.
Dalam bersanding tersebut, di antara yang dapat dilakukan adalah banyak melibatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Baik dalam proses produksi maupun rantai pasok, sehingga tercipta keseimbangan dalam distribusi manfaat ekonomi. “Upaya ini juga akan merawat stabilitas perekonomian nasional, karena UMKM banyak melibatkan sumber daya manusia,” tuturnya.