Arsjad Rasjid: Inklusivitas Gender Pilar Utama Hadapi Era Industri 4.0

BALI–Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid menekankan bahwa inklusivitas gender menjadi salah satu pilar utama untuk meningkatkan kondisi ketenagakerjaan secara keseluruhan menghadapi era industri 4.0.

Arsjad menyayangkan kondisi saat ini perempuan masih tidak memiliki akses yang sama terhadap peluang di tempat kerja dan lembaga pendidikan. Untuk itu, The Future of Work and Education (FOWE) Task Force B20 telah merekomendasikan kebijakan yang mendorong inkusivitas gender.

“Rekomendasi kebijakan untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja dan transisi kerja, meningkatkan sistem pendidikan dan pembelajaran seumur hidup, dan memastikan inklusi tenaga kerja di dunia pascapandemi,” kata Arsjad dalam pertemuan dengan Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah di Bali, Selasa (13/9/2022).

Arsjad hadir dalam pernyataan bersama antara Buruh 20 (L20) dan Bisnis 20 (B20) yang merupakan rangkaian Rapat Menteri Tenaga Kerja dan Ketenagakerjaan G20 (LEMM G20). L20 mewakili kepentingan tenaga kerja di tingkat G20 dengan mempersatukan serikat pekerja dari negara-negara G20 dan Global Unions. Sedangkan B20 merupakan outreach group dari G20 yang mewakili komunitas bisnis internasional. Melalui keberadaan para pelaku bisnis dari seluruh dunia, B20 merefleksikan peran sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan berimbang.

Pertemuan itu juga dihadiri Wakil Ketua KADIN dan Chairperson of B20 Indonesia 2022, Shinta Kamdani; Gubernur Bali, I Wayan Koster; Presiden Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (IOE), Michele Parmelee; Konfederasi Serikat Buruh internasional (ITUC), Sharan Burrow; Ketua B20 Future of Work and Education Task Force Chair, Hamdhani Dzulkarnaen Salim; dan Chair of Labour 20 G20, Elly Rosita.

Arsjad menjelaskan B20 Indonesia telah mendorong inklusivitas di masa depan pekerjaan dan pendidikan melalui WikiB20 dan One Global Women Empowerment.

Wiki B20 bertujuan untuk menyiapkan enabler untuk membekali usaha kecil dengan kemampuan yang diperlukan untuk membuka potensi penuh mereka untuk peningkatan, diberdayakan oleh kolaborasi lintas negara dan didukung oleh transformasi digital. Adapun One Global Women Empowerment yang merupakan inisiatif global baru yang dirancang untuk mengikutsertakan, mendukung, dan memberdayakan perempuan dalam bisnis.

Untuk mendukung rekomendasi kebijakan dan program B20, Arsjad menyatakan KADIN telah berperan aktif sebagai bagian dari tim revitalisasi pendidikan vokasi nasional dan bermitra dengan pihak internasional seperti Australia, Jerman dan Swiss. “Untuk mengadopsi sistem yang telah terbukti di mana kami merangkul partisipasi industri dalam transfer pengetahuan melalui perancangan kurikulum dan pemagangan yang diperlukan dunia industri,” ujar Arsjad.

Selain meningkatkan keterampilan tenaga kerja masa depan, Arsjad menekankan bahwa sektor swasta juga harus turut menciptakan ruang kerja yang kondusif, termasuk memastikan inklusi gender di tempat kerja. Perusahaan harus mendorong komitmen tertinggi mereka dengan menerapkan kebijakan yang fleksibel dan inklusif.

“Untuk mewujudkan inisiatif ini, kolaborasi antara sektor publik dan swasta sangat penting untuk mengatasi kompleksitas masa depan pekerjaan dan menuai manfaat dari industri masa depan,” kata Arsjad.

Arsjad Rasjid menyatakan tenaga kerja Indonesia harus mampu beradaptasi pada era industri 4.0. Era ini ditandai dengan otomatisasi dan ekonomi hijau. Untuk itu, penting membangun platform teknologi pendidikan yang dapat meningkatkan dan melatih kembali tenaga kerja secara nasional.

Arsjad memaparkan laporan terbaru Mckinsey menyatakan bahwa 30% pekerja global dapat digantikan oleh otomatisasi pada tahun 2030. Peran TI tradisional secara bertahap akan hilang, digantikan oleh teknologi kecerasan buatan (AI) dan proses otomatis.

Mckinsey menunjukkan bahwa antara 400 juta dan 800 juta orang dapat tergusur oleh perubahan ini dan perlu mencari pekerjaan baru pada tahun 2030 di seluruh dunia. Pekerjaan baru memang akan tersedia. Namun, orang perlu menemukan jalan mereka ke pekerjaan ini. Dari total pengungsi, 75 juta hingga 375 juta mungkin perlu beralih kategori pekerjaan dan mempelajari keterampilan baru.

“Industri yang tidak sejalan dengan narasi keberlanjutan, seperti penambangan batu bara dan pengeboran bahan bakar fosil, juga akan secara bertahap beralih ke sektor yang lebih hijau,” kata Arsjad.

Arsjad mengatakan potensi kehilangan pekerjaan di era industri 4.0 itu harus diantisipasi dengan melatih kembali dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja, terutama mereka yang rentan di negara berkembang.

Arsjad mengatakan green skills atau keterampilan hijau sangat penting untuk transisi menuju ekonomi hijau. Organisasi Buruh Internasional memperkirakan bahwa 24 juta pekerjaan di seluruh dunia dapat diciptakan oleh ekonomi hijau pada tahun 2030. “Indonesia harus menghadapi masalah ini sebagai bangsa. Kolaborasi antara penyedia pendidikan, industri, dan regulator diperlukan,” kata Arsjad.