Arsjad Rasjid: Suara Akademisi adalah Suara Rakyat

JAKARTA–Jelang Pilpres pada 14 Februari 2024, akademisi dari berbagai kampus menyerukan keprihatinan atas penyelenggaraan pesta demokrasi 2024. Mereka juga mengingatkan Presiden Jokowi untuk tetap pada koridor demokrasi, yang memegang teguh netralitas dan konstitusi.

Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid mengatakan, masyarakat Indonesia sudah jeli dan kritis atas sikap para politisi Indonesia dan juga para pemimpin bangsa. Pesta demokrasi yang memilih pemimpin rakyat itu harus berlangsung secara fair, tanpa ada intimidasi, dan tekanan.

“Para akademisi tentu saja memiliki perspektif yang jernih dalam melihat pesta demokrasi yang sedang berlangsung. Mereka memiliki suara rakyat, hasil dari proses mendengarkan, mengamati, dan menyimpulkan. Alarm itu perlu diwaspadai bersama, karena mereka termasuk salah satu palang itu demokrasi di negeri ini,” ujar dia.

Arsjad menambahkan, Ganjar-Mahfud mengalami sendiri tekanan yang luar biasa sebagai salah satu kontestan Pilpres tahun ini. Berbagai pendukung mendapatkan intimidasi dan tekanan, bahkan sebagian menjadi korban kekerasan.

Untuk menjaga netralitas, Mahfud MD juga telah mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Menko Polhukam. Dia ingin menjadi contoh bagi para menteri dan pemimpin bangsa lain untuk tidak menggunakan fasilitas negara, tidak mencampuradukan program pemerintah dengan kepentingan pencapresan.

“Sebagian dari pendukung Ganjar-Mahfud juga mundur dari jabatan strategis di pemerintahan demi mejaga netralitas. Kami ingin memberikan contoh kepada masyarakat, bahwa pemimpin itu harus bijak dan tahu etika,” katanya.

Seperti diketahui, sejumlah akademisi dari UGM, UII, Unhas, UI, dan Unpad secara bergiliran menyerukan keprihatinan pada pemerinthan saat ini.

Ketua Dewan Guru Besar UI Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, pihaknya resah atas sikap dan tindak laku para pejabat, elit politik, dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan dan membiarkan negara tanpa tata kelola dan digerus korupsi.

“Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” katanya.