Arsjad Rasjid Tawarkan Pengembangan Ekonomi Alternatif untuk NTB
JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid mengingatkan pentingnya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) agar mencari alternatif sumber pertumbuhan ekonominya demi menjaga kesinambungan. Wilayah ini, katanya, memiliki potensi yang sangat besar.
Selama ini, dalam catatan Arsjad, NTB sangat bergantung pada sektor pertambangan dan penggalian, kontributor terbesar kedua bagi ekonomi NTB setelah sektor pertanian. “Kalau kita lihat, pergerakan sektor pertambangan dengan ekonomi NTB secara umum, selalu beriringan kecuali pada 2020,” paparnya di Jakarta, Kamis (7/4).
Perkembangan itu mengindikasikan adanya hubungan yang sangat kuat antara sektor pertambangan dengan ekonomi NTB secara keseluruhan. Sektor ini memberikan kontribusi 17,3 persen bagi perekonomian wilayah tersebut.
Pada 2021 misalnya, ekonomi NTB hanya tumbuh 2,3 persen secara tahunan, sehingga masuk dalam lima provinsi dengan kinerja ekonomi terbawah. Tekanannya, terutama dari sektor pertambangan yang masih mengalami kontraksi 0,15 persen.
Sementara kontributor utamanya, yakni sektor pertanian, tumbuh 1,1 persen. Walaupun memberikan kontribusi 22,8 persen terhadap perekonomian NTB, namun tidak cukup kuat mendorong kinerja perekonomian wilayah.
Apalagi, menurut data Badan Pusat Statistik, kinerja sektor pertanian NTB terus turun sejak 2016. Begitu pun dengan sektor pengolahan.
Untuk itu, Arsyad menyorongkan tiga sektor sebagai sumber pertumbuhan alternatif NTB, yaitu sektor pertanian, perdagangan dan konstruksi. Ketiga sektor tersebut tidak hanya memiliki kontribusi besar, tetapi juga rata-rata pertumbuhannya di atas perekonomian NTB secara keseluruhan.
“Jika dapat didorong untuk tumbuh lebih tinggi lagi, maka pertumbuhan perekonomian NTB berpotensi tumbuh lebih tinggi lagi,” ungkap Arsjad.
Dia menyarankan agar investasi di NTB diarahkan pada tiga sektor tersebut dari selama ini yang menjadikan sektor pertambangan sebagai primadona. Pada 2021 misalnya, realisasi investasi asing (PMA) yang masuk ke NTB mencapai US$244,2 juta. Sebagian besar, yaitu 72,2 persennya masuk ke sektor pertambangan.
Perlu ada solusi untuk NTB, karena wilayah tersebut sangat potensial untuk berkembang. Hampir seluruh penduduknya yang masuk kategori angkatan kerja sudah bekerja. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di provinsi itu hanya 3,01, terendah kedua setelah Gorontalo. Artinya, sebagian dari yang sudah bekerja termasuk ke dalam golongan yang miskin.
“Ini potensi besar yang berpotensi menopang kinerja ekonomi wilayah,” ujar Arsjad. “Persoalannya saat ini, 97 persen para pekerja tersebut ada di sektor informal.”