Arsjad Rasjid: Waktunya Kembangkan Industri Kesehatan
JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid mendorong pemerintah untuk memprioritaskan pengembangan industri kesehatan di Tanah Air, mengingat kondisinya saat ini masih jauh dari harapan. Perlu komitmen yang kuat untuk mandiri pada industri strategis tersebut agar Indonesia tidak hanya jadi pasar.
Jangan sampai, tegasnya, sektor kesehatan ini terus menekan neraca perdagangan. Apalagi, hingga saat ini pemerintah masih memberikan subsidi kepada masyarakat untuk layanan kesehatan. “Kasus Covid-19 telah memberikan pelajaran penting bagi kita tentang pentingnya mengembangkan industri kesehatan di dalam negeri. Sekarang waktunya, karena sudah ada dalam rencana pemerintah,” paparnya, Senin (18/4).
Penguatan sistem kesehatan nasional menjadi satu di antara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, yaitu melalui reformasi beberapa komponen yang sudah ada dalam sistem kesehatan di Indonesia. Tujuannya untuk memperkuat sistem kesehatan dari berbagai aspek dan memastikan target RPJMN dan target global tercapai tepat waktu.
Untuk itulah, Arsjad mengingatkan pentingnya mendukung pengembangan industri kesehatan. Bukan sekadar pelajaran dari adanya pandemi Covid-19, tetapi pemerintah memang sudah memiliki pemikiran maju yang sangat strategis.
Pandemi Covid-19, katanya, mengingatkan kembali pentingnya industri kesehatan yang kuat, karena kontribusinya bagi perekonomian nasional terus tumbuh positif. Baik dari sisi industri farmasi atau obat-obatan maupun jasa kesehatan. “Porsi keduanya terhadap perekonomian nasional terus meningkat,” ungkap Arsjad.
Pada saat bersamaan, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini mengingatkan bahwa pertumbuhan yang positif tersebut ditopang oleh impor yang sangat tinggi. Akibatnya, defisit perdagangan sektor farmasi misalnya, mengalami defisit yang makin dalam, yaitu sekitar US$3,8 miliar pada 2021, melonjak 571,6% dari tahun sebelumnya. Defisit juga terjadi pada sektor jasa kesehatan.
“Tanpa keinginan kuat mengembangkan sektor kesehatan di dalam negeri, neraca perdagangan kita akan terus defisit dan berpotensi menekan neraca perdagangan secara keseluruhan,” ujarnya.
Menurut Arsjad, lambatnya perkembangan sektor kesehatan di Indonesia saat ini tidak terlepas dari minimnya investasi di sektor tersebut, baik yang berasal dari pemerintah maupun swasta. Investor asing dan lokal pun tampaknya masih belum mengalokasikan dananya dengan porsi yang besar pada sektor yang sangat penting tersebut.
Untuk mendukung gairah di sektor kesehatan ini, kata Arsjad, peran pemerintah sangat penting. Terutama melalui dukungan kebijakan, baik dari sisi fiskal maupun non-fiskal agar para investor tertarik.
“Mungkin pada tahap awal investasinya tidak besar, tapi industrinya sangat strategis bagi bangsa ini, karena menyangkut kesehatan seluruh masyarakat,” paparnya.
Apalagi, dia menegaskan, pemerintah masih memberlakukan kebijakan subsidi di bidang kesehatan bagi masyarakat. Dengan bergantung pada impor, beban pemerintah jadi berganda. Tekanan pada neraca perdagangan, sekaligus subsidi yang terus berjalan. Padahal, jika industrinya dibangun di dalam negeri, beban pemerintah akan berkurang.
“Saya mengajak dunia usaha untuk duduk bersama pemerintah dalam rangka merealisasikan rencana strategis ini, seperti yang telah diamanatkan oleh Presiden Joko Widodo agar mengembangkan industri kesehatan dalam negeri,” tegas Arsjad.