Arsjad Tegaskan Pentingnya SDM Unggul

JAKARTA – Pengusaha nasional diharapkan dapat berperan aktif dalam menyediakan pendidik dan infrastruktur yang memenuhi standar kompetensi kerja. Dengan begitu, dunia pendidikan mampu menciptakan tenaga kerja yang sesuai dengan dunia usaha.

Keinginan tersebut, secara formal telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Dalam kebijakan itu, dunia usaha, termasuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama kementerian dan lembaga diarahkan untuk menyelaraskan pendidikan dan pelatihan vokasi.

“Secara organisasi Kadin Indonesia terlibat untuk bisa melakukan perbaikan dalam pendidikan vokasi, termasuk menyelaraskan pendidikan dan pelatihan vokasi sehingga tenaga kerja memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan pada akhirnya dapat menekan pengangguran,” kata pengusaha nasional Arsjad Rasjid, Minggu (29/5).

Revitalisasi pendidikan vokasi itu, sambung Arsjad, saat ini sangat dibutuhkan mengingat banyaknya permasalahan dalam angkatan kerja nasional. Salah satunya ialah fakta bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dikenal juga dengan sekolah vokasi menjadi kontributor utama pengangguran di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, per Februari 2022, pengangguran dari lulusan SMK menyumbang 11,1% terhadap total pengangguran di Indonesia. Pada periode itu, jumlah pengangguran terbuka mencapai 8,4 juta orang atau 5,8% dari total angkatan kerja yang tersedia.

“Belum lagi soal adanya mismatch atau kesenjangan antara tingkat pendidikan orang yang bekerja dengan pekerjaan yang digeluti,” ungkap Arsjad.

Mengacu pada publikasi Jurnal Ekonomi dan Pembangunan terbitan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) 2021, ada dua jenis mismatch: horizontal dan vertikal. Untuk horizontal mismatch atau latar belakang pendidikan tidak sesuai kualifikasi pekerjaan mencapai 68,4%.

“Sebagian besar pekerja beraktivitas di luar kompetensi atau ada ketidakcocokan antara pendidikan yang ditempuh dengan aktivitas pekerjaan yang dijalankan,” tegas Arsjad yang juga merupakan Ketua Kadin Indonesia.

Selain itu, kaitannya dengan vertical mismatch, banyak sarjana mengerjakan bidang atau tugas yang seharusnya dapat dilakukan oleh karyawan dengan kualifikasi lulusan Sekolah Menegah Atas (SMA). Akibatnya, upah yang diterima lebih rendah.

Beragam masalah ini, lanjut Arsjad, harus diselesaikan. Dengan demikian, kebijakan Presiden untuk merevitalisasi pendidikan vokasi menjadi sangat penting. “Bukan sekadar dapat terserap dunia kerja untuk menurunkan tingkat pengangguran, tetapi juga demi mencetak SDM unggul,” tagasnya.

Kehadiran sumber daya manusia (SDM) unggul juga sangat penting bagi dunia usaha untuk mendukung kinerja yang berkesinambungan. SDM tersebut juga akan menjadi fondasi Indonesia ke depan. “Karena itu, kerja sama pemerintah, dunia pendidikan dan dunia usaha ini memiliki urgensi yang sangat tinggi,” tuturnya.