B20 TF ESC Pastikan Transisi Energi Adil dan Terjangkau

JAKARTA–Task Force Energy, Sustainability, and Climate (TF ESC) Business Group 20 (B20) merumuskan tiga rekomendasi dalam memenuhi target pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berkeadilan. Tiga rekomendasi itu adalah mempercepat transisi ke penggunaan energi berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, dan kerja sama global untuk meningkatkan aksesibilitas energi.

Rekomendasi itu dirumuskan dalam dialog B20-G20 Indonesia Energy, Sustainability and Climate Task Force (ESC TF), Selasa (30/8/2022) di Nusa Dua, Bali. Acara ini juga mengundang beberapa menteri kabinet dan perwakilan kementerian RI di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto; Menkeu Sri Mulyani dan Sekjen Kementerian ESDM Rida Mulyana.

Chair of B20-G20 Indonesia Energy, Sustainability and Climate Task Force (ESC TF), Nicke Widyawati mengatakan transisi energi menjadi agenda semua negara dan harus didukung demi tujuan memenuhi target tujuan pembangunan berkelanjutan.

“Transisi energi tentunya akan mengubah segala hal yang selama ini sudah mapan, mulai dari penggunaan teknologi berbasis bahan bakar fosil, pasar dan produk keuangan yang harus diarahkan pada green financing, rantai pasok ekonomi dan energi hijau, model bisnis terbaru, tata kelola yang berkelanjutan hingga pertimbangan ekonomi politik negara dan kawasan,” kata Nicke yang juga Presiden Direktur dan CEO PT Pertamina (Persero).

B20 ESC TF, lanjut Nicke, telah merumuskan tiga rekomendasi yang akan dibahas sebagai tema prioritas yakni “Mempercepat Transisi ke Penggunaan Energi Berkelanjutan”, “Memastikan Transisi yang Adil dan Terjangkau” dan “Kerjasama Global untuk Meningkatkan Aksesibilitas Energi.”

Nicke berharap, melalui Presidensi B20-G20, Indonesia bisa mengajak semua pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan secara etik serta moral bisa memastikan dunia berhasil memenuhi target pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berkeadilan.

Adapun Ketua Dewan Penasihat B20 sekaligus Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan transisi energi akan memberikan banyak efek positif bagi ekonomi Indonesia dan dunia. Transisi energi akan meringankan beban APBN yang selama ini tersedot untuk subsidi energi fosil.

Arsjad memaparkan transisi energi itu dalam dialog B20-G20 Indonesia Energy, Sustainability and Climate Task Force (ESC TF), Selasa (30/8/2022) di Nusa Dua, Bali. Acara ini juga mengundang beberapa menteri kabinet dan perwakilan kementerian RI di antaranya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto; Menkeu Sri Mulyani dan Sekjen Kementerian ESDM Rida Mulyana.

Arsjad mengatakan, hilirisasi sumber daya alam Indonesia seperti nikel, bisa ikut berkontribusi dalam membangun ekosistem ekonomi hijau, khususnya untuk industri mobil listrik dan panel surya yang membutuhkan nikel sebagai bahan baku baterai serta panelnya.

“Transisi energi akan meringankan beban APBN kita yang selama ini tersedot untuk subsidi energi fosil. Upaya mencapai ambisi Net Zero 2030, Indonesia perlu 220 GW kapasitas panel surya sampai tahun 2050 dan saat ini sudah ada regulasi yang mendukung untuk mencapai transisi energi. Selain itu, sebagai negara berkembang, kita butuh dukungan pendanaan, capacity building dan teknologi untuk mencapai transisi energi yang inklusif dan berkeadilan,” jelas Arsjad.

Arsjad mengatakan, pengembangan industri hijau dan transisi energi ini penuh tantangan sehingga hanya bisa tercapai dengan kolaborasi antara publik dan swasta dengan terus menerus menciptakan inovasi dan dukungan regulasi yang baik.

KADIN Indonesia sudah membentuk KADIN Net Zero Hub, platform yang menjadi hub untuk berbagi pengetahuan tentang transisi energi dan membantu sektor bisnis-publik mencapai nol emisi demi pembangunan inklusif dan berkelanjutan.

Arsjad mengatakan KADIN Indonesia telah menginisiasi beberapa program yang selaras dengan target net zero emission 2060 itu. Salah satunya adalah KADIN net zero hub yang membantu perusahaan nasional dalam melakukan transisi menuju perusahaan bebas emisi karbon.

Kata Arsjad, Net Zero Emission 2060 bukan sekadar wacana. Komitmen dekarbonisasi benar-benar harus diwujudkan demi pembangunan nasional yang sustainable.

“Tapi upaya ini tidak mudah dengan keterbatasan pendanaan, pengetahuan, teknologi dan SDM saat ini. Kita menemui jalan yang panjang untuk mewujudkan target net zero emission 2060. Tanpa kolaborasi lintas sektor, upaya untuk mencapai net zero emission bisa jadi sebatas angan-angan,” ujar Arsjad.

Hal senada diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia menekankan pada komitmen semua negara, termasuk Indonesia melalui Presidensi G20-B20 untuk menyelamatkan kemanusiaan yang saat ini terancam akibat perubahan iklim, krisis pangan dan krisis energi.

Transisi energi dan perubahan iklim, kata Sri Mulyani, merupakan isu strategis yang sangat penting agar dapat memitigasi dampak pemanasan global melalui pembiayaan adaptasi iklim yang berkelanjutan dan mudah dijangkau.

“Negara terbatas pembiayaan dari APBN. Sehingga harus mencari alternatif pembiayaan untuk mitigasi iklim dan transisi energi. Jadi, perlu ada kerangka kerja mengenai pembiayaan yang dibutuhkan untuk mengakselerasi transisi energi. Blended finance ini jadi terobosan untuk memobilisasi dana baik dari pihak komersial maupun non komersial. Memang, isu perubahan iklim dan transisi energi harus diselesaikan melalui kolaborasi global,” kata Sri Mulyani.