Gelombang PHK Industri Tekstil, Pengetatan Barang Impor Tak Bisa Ditawar

JAKARTA–Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang jumlahnya mencapai 6.500 karyawan. Keputusan tersebut diambil menyusul belum membaiknya kondisi pasar akibat konflik geopolitik dan banjir produk impor TPT di dalam negeri.

Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Presiden dan pengusaha nasional, Arsjad Rasjid menyayangkan kondisi tersebut di tengah tantangan ekonomi yang tidak mudah. Keluhan terkait pasar ekspor TPT yang sulit akibat permintaan ekspor yang turun sudah disuarakan sejak tahun lalu. Demikian halnya juga dengan banjit produk impor di dalam negeri dengan harga yang lebuh murah.

“Pengusaha TPT sudah meminta agar pasar domestik berpihak pada produk lokal dan pemerintah bisa mengendalikan impor TPT demi melindungi pasar dalam negeri. Permintaan tersebut sudah sejak tahun lalu, harusnya sudah ada kebijakan riil, tegas, dan berpihak pada industri TPT nasional,” ujar dia.

Arsjad mengatakan, pengetatan produk impor melalui kebijakan yang tegas sudah tidak bisa ditawar. Jika dibiarkan terus, industri TPT nasional akan terus tergerus dan keputusan untuk PHK tidak bisa dihentikan. Hal ini tentu saja bakal merugikan perekonomian dalam negeri.

Jelang akhir tahun, lanjut Arsjad, seharusnya merupakan momentum yang positif bagi industri TPT. Dalam siklus ekonomi nasional, jelang akhir tahun, belanja masyarakat bakal tinggi. Salah satunya adalah produk TPT. Harusnya perusahaan dalam negeri bisa menikmati kenaikan permintaan tersebut.

“Kondisi ini bisa terbantu apabila ada tindakan tegas untuk mengendalikan pasar dan produk impor di dalam negeri,” katanya.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menjelaskan, hingga Oktober 2023, total jumlah PHK perusahaan TPT mencapai lebih dari 6.500 karyawan. Hal ini dilakukan karena permintaan produk TPT yang terus terkoreksi negatif dan pasar domestik yang dibanjiri produk impor.

Kementerian Perindustrian menegaskan, pemerintah telah melakukan perombakan aturan dengan melakukan pengetatan terkait tata niaga impor dalam 2 minggu terakhir.

Fokus pemerintah adalah mengendalikan arus barang impor untuk mendukung pasar dalam negeri. Hal ini dilakukan agar masyarakat dapat mengutamakan produk lokal dalam memenuhi berbagai kebutuhan terkait produk TPT.