Harga Beras, Gula, Telur Naik: Rakyat Sedang Susah

JAKARTA–Stabilitas harga merupakan yang terpenting untuk masyarakat kelas menengah ke bawah, terutama harga bahan pokok. Kenyataannya, dalam beberapa minggu terakhir, harga-harga bahan pokok seperti tidak terkendali.

“Kami ingin agar harga bahan pokok tersebut dapat dikendalikan, harganya menjadi terjangkau untuk masyarakat bawah. Kita tahu masyarakat kita sedang susah. Harga bahan pokok yang murah merupakan suatu keharusan,” ujar Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Mahfud Arsjad Rasjid.

Dari pantauan harga pangan yang dikeluarkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Senin (13/11/2023), harga beras premium naik 2,07% menjadi Rp15.280 per kilogram. Demikian juga harga beras medium yang naik 1,29% menjadi Rp13.340 per kilogram. Sementara itu, harga beras medium tersebut melampaui harga ecerean tertinggi (HET) sebesar Rp10.900 – Rp11.800 per kilogram.

Harga komoditas seperti kedelai biji kering (impor) juga naik 0,15% menjadi Rp13.300 per kilogram, harga bawang merah naik 4,85% menjadi Rp28.310 per kilogram, bawang putih bonggol naik 3,44% menjadi Rp36.660 per kilogram.

Demikian pun pasokan daging, di antaranya harga daging sapi murni sebesar 0,01% menjadi Rp134.650 per kilogram, harga daging ayam ras 4,93% menjadi Rp36.180 per kilogram, dan telur ayam ras sebesar 4,34% menjadi Rp29.070 per kilogram.

Hal yang sama terjadi juga dengan harga gula konsumsi yang naik 2,03% menjadi Rp16.580 per kilogram.

Arsjad mengatakan, harga-harga pangan yang naik bakal memicu inflasi dan mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal ini akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi secara makro, yang pada gilirannya akan memicu perlambatan dari sisi pertumbuhan. Hal ini sudah terjadi pada kuartal ketiga tahun ini, pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 4,94% dari sebelumnya di kisaran 5%.

Menurut Arsjad, ketahanan pangan menjadi hal yang mutlak harus dilakukan oleh pemerintah ke depan. Hal tersebut akan memberikan dampak nyata tidak saja pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga akses masyarakat terhadap pangan.

“Kita tidak ingin masyarakat sampai susah, tidak mampu mengakses pangan dengan layak. Padahal, kita sangat butuh masyarakat yang kuat dan sehat, memiliki penghasilan yang tinggi, dan daya beli yang positif untuk menopang pertumbuhan ekonomi,” kata dia.