JAKARTA–Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid menyoroti kebijakan India yang akan melarang ekspor gula. Larangan ekspor gula itu menyusul kebijakan sebelumnya terkait ekspor beras.
Langkah India tersebut dinilai bakal memberikan gelombang baru pada kondisi pangan global. Harga-harga pangan diperkirakan akan kembali naik, dan negara-negara di dunia mengalami tekanan ketahanan pangan.
Arsjad menegaskan, penting bagi Indonesia untuk memikirkan dengan serius ketahanan pangan di dalam negeri, terutama yang bersumber pada produksi massal pangan untuk kebutuhan di dalam negeri.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi pangan dalam negeri pada tahun 2022 mencapai 245,6 juta ton, meningkat 2,4% dari tahun sebelumnya. Produksi padi mencapai 75,2 juta ton, produksi jagung mencapai 62,3 juta ton, produksi kedelai mencapai 987 ribu ton, produksi singkong mencapai 35,2 juta ton, produksi ubi jalar mencapai 37,9 juta ton, dan produksi sagu mencapai 1,9 juta ton.
Di sisi lain, Indonesia masih mengimpor berbagai komoditas pangan, baik bahan pangan pokok maupun non-pokok. Impor pangan Indonesia pada tahun 2022 mencapai US$32,2 miliar, naik 22,4% dari tahun sebelumnya. Beberapa komoditas pangan yang diimpor, antara lain beras, jagung, kedelai, gandum, dan gula pasir.
Arsjad menambahkan, sebagai mitra pemerintah, Kadin Indonesia selalu mendorong agar sektor pertanian dan perkebunan mendapatkan perhatian penuh. Salah satunya melalui program inclusive closed loop, yang mendekatkan multipihak ke sektor pertanian, perkebunan, dan kelautan untuk membantu meningkatkan produktivitas dan pemasaran.
“Memang untuk meningkatkan produksi, uluran tangan semua pihak harus dilakukan agar bisa membantu para petani dan nelayan. Intervensi teknologi sesuatu yang harus dilakukan, tetapi tanpa bantuan pihak lain, tidak mungkin ada inovasi yang tepat sasar untuk sektor-sektor tersebut,” kata dia.
Seperti diketahui, India berencana akan melarang ekspor gula pada Oktober 2023 mendatang. Hal ini merupakan yang pertama kali dilakukan India selama tujuh tahun berselang. Kebijakan itu muncul karena kekhawatiran penurunan produktivitas akibat berkurangnya curah hujan.
Indonesia masih harus mengimpor gula, untuk kebutuhan konsumsi maupun industri. Impor dalam bentuk gula mentah (raw sugar) oleh industri swasta dan BUMN, serta gula konsumsi yang hanya bisa dilakukan oleh BUMN. Salah satu sumber impor gula Indonesia adalah India, dengan porsi sekitar 30%.