JAKARTA–Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid menegaskan Indonesia dapat menjadi negara yang terdepan dalam mencapai Net Zero Emission karena memiliki sejumlah potensi.
“Indonesia memiliki potensi 15% lahan hutan yang belum tereksplorasi, demografi besar, dan valuasi ekonomi senilai US$1 triliun. Kemampuan Indonesia untuk menciptakan inovasi iklim mampu membawa negara ini terdepan dalam Net Zero Emission,” ujar dia.
Di samping potensi itu, Indonesia juga memiliki sumber energi baru terbarukan, yang dapat digunakan untuk menopang sumber energi bagi pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi industri, dengan mazhab baru pengembangan hilirisasi, industri dalam negeri dipersiapkan untuk mendorong penciptaan nilai tambah melalui komoditas tambang yang dimiliki di sektor hilir.
“Salah satu yang potensial adalah pengembangan industri kendaraan listrik, yang dapat mengkonversi penggunaan BBM yang saat ini masih menjadi sumber energi utama, tetapi berdampak pada efek rumah kaca,” katanya.
Industri kendaraan listrik juga berkontribusi terhadap pencapaian net zero emission di sektor transportasi, yang sejauh ini sebagai salah satu sumber polusi utama di kota-kota besar di Indonesia.
Arsjad menambahkan, untuk bisa menjadi terdepan dalam net zero emission, Indonesia membutuhkan kolaborasi dengan multipihak. Transisi dari energi fosil pada energi baru dan terbarukan membutuhkan pembiayaan yang tidak murah.
Dengan berbagai kendala itu, posisi Indonesia dinilai masih tertinggal dibandingkan negara lain dalam realisasi komitmen dalam transisi energi. Hal itu tercatat dalam laporan World Economic Forum (WEF) yang bertajuk Fostering Effective Energy Transition 2023.
WEF menilai kinerja transisi energi di 120 negara berdasarkan belasan indikator, di antaranya tingkat penggunaan energi bersih, pengurangan emisi karbon, kesiapan infrastruktur, sampai kerangka regulasi dan kemampuan finansial setiap negara untuk mendorong transisi energi.
Indeks transisi energi Indonesia berada di peringkat 55 dari 120 negara itu. Negara yang berada di jajaran peringkat tinggi antara lain Swedia, Denmark, Norwegia, dan Finlandia.
Kinerja transisi energi Indonesia pun dinilai masih kalah dibanding Malaysia, Vietnam, dan Thailand. Indeks transisi Indonesia berada di atas Singapura, Laos, Kamboja, Filipina, dan Brunei Darussalam.
“Kita memang masih dihadapkan pada tantangan keterbatasan pembiayaan, kurangnya literasi ESG, dan adaptasi teknologi. Untuk itu, kita harus melibatkan multipihak untuk membangun Indonesia yang maju dan berkelanjutan,” kata dia.