Indonesia Retail Summit 2022, Kadin Dorong Pemulihan Industri Ritel Nasional

JAKARTA–Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia berupaya memulihkan industri ritel nasiona dengan mendorong adopsi digitalisasi dan membuka akses ekspor. Kegiatan seperti Indonesia Retail Summit 2022 yang digelar di Gedung Sarinah, Jakarta (15/8/2022) pun diharapkan menjadi momentum untuk mendorong masyarakat belanja Produk Dalam Negeri yang juga sangat berkualitas, serta memulihkan industri ritel nasional.

Ketua Umum KADIN Indonesia, Arsjad Rasjid bersama Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Teten Masduki dan Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perdagangan Juan P. Adoe hadir dalam acara Indonesia Retail Summit 2022.

Arsjad mengatakan industri ritel di Indonesia mengalami pertumbuhan positif seiring dengan pemulihan kesehatan dan juga percepatan vaksinasi. Konsumsi dan daya beli masyarakat pun relatif meningkat.

Survei Bank Indonesia menyatakan indeks Penjualan Riil (IPR) per Juni 2022 sebesar 206,6 atau tumbuh 4,1% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2.5%. Kenaikan itu diidorong oleh kenaikan penjualan pada kelompok Makanan & minuman; Tembakau. Sementara Pertumbuhan Penjualan Ritel Indonesia sebesar 15.4 % pada Juni 2022 vs -20.6 % pada Mei 2020.

Arsjad mengatakan aktivitas penjualan eceran di Indonesia masih didominasi ritel tradisional seperti kios dan toko kelontong. Tetapi ritel tradisional ini termasuk paling rentang terhadap pandemi Covid-19. Jumlah ritel tradisional berkurang 1 juta unit selama kurun waktu empat tahun.

Menurut data Euromonitor yang dihimpun United States Department of Agriculture (USDA), pada 2021 ada 3,57 juta gerai ritel tradisional di Indonesia. Padahal, jumlah ritel tradisional di Indonesia mencapai 4,5 juta gerai. Dari sisi penjualan pun ritel tradisional berkurang 43% pada tahun 2021 dibandingkan tahun sebelumnya.

Arsjad mengungkapkan beberapa tantangan yang dihadapi pasar UMKM di Indonesia. Dari sisi lingkungan bisnis, tingkat formalisasi UMKM relatif rendah. Persoalan ini kerap muncul karena kesulitan dalam pendaftaran, proses pajak.

Adapun dari sisi produktivitas dan inovasi, banyak pelaku UMKM kurang keterampilan dan pengetahuan untuk untuk meningkatkan efisiensi. Tantangan lainnya adalah akses ke pasar logistik yang terfragmentasi, penetrasi perdagangan digital yang rendah, UKM tidak memiliki kemampuan ekspor.

“Kadin Indonesia mendorong ritel UMKM untuk ekspansi usaha dengan melakukan ekspor produk-produk lokal. Kadin juga memberikan layanan bantuan bagi UMKM untuk dapat mengekspor produk mereka melalui KADIN International Trading House,” ujar Arsjad.

Tantangan terberat adalah infrastuktur dan pendanaan. Banyak pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan terhadap akses bahan baku dan peralatan. Dari sisi pendanaan, 65% usaha mikro Indonesia tidak memiliki rekening bank karena kesulitan mengakses dukungan perbankan dasar.

Arsjad menyatakan ritel tradisional dapat diberdayakan dengan teknologi yang tepat untuk terhubung ke lebih banyak pelanggan, merampingkan operasional, transaksi tanpa kontak dan tanpa uang tunai, bahkan mengumpulkan data untuk meningkatkan akses ke pembiayaan.

Digitalisasi, kata Arsjad, dapat membantu meningkatkan resiliensi UMKM. Pengusaha dapat memanfaatkan inklusi keuangan digital untuk mengakses pendanaan. Financial Technology (Fintech) dapat memberikan sumber pembiayaan alternatif untuk segmen UMKM yang kurang terlayani. Fintech berpotensi dapat membantu menyediakan sumber pembiayaan alternatif bagi UMKM yang kurang terlayani, memfasilitasi pertumbuhan yang inklusif dan lebih kuat.