JAKARTA–Indonesia tidak akan jatuh dalam resesi tahun depan, kendati kondisi ekonomi global akan mengalami perlambatan akibat konflik geopolitik. Keyakinan tersebut muncul mengingat integrasi Indonesia dengan global saat ini masih rendah.
Hal ini diungkapkan Mantan Menteri Ekonomi Indonesia sekaligus Pengamat Ekonomi Chatib Basri dalam bincang-bincang bersama Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid, pekan lalu.
Chatib mengatakan, saat ini integrasi Indonesia dengan ekonomi global sekitar 25%. Apabila ekonomi global mengalami resesi, penurunan ekonomi Indonesia hanya akan sebesar 25% tersebut. Berbeda dengan Singapura yang mencapai 180% dan negara-negara lain seperti Korea dan Taiwan.
Dia menambahkan, beberapa lembaga keuangan global seperti IMF, World Bank memprediksikan ekonomi Indonesia masih di kisaran 5%, sedangkan IOCD sekitar 4,8%. Prediksi tersebut muncul karena beberapa sektor akan tetap mengalami pertumbuhan, di samping kekuatan ekonomi gobal dan investasi.
“Sektor-sektor seperti komoditas utama akan tetap bertumbuh karena permintaannya akan tetap ada. Energi seperti batubara bahkan akan mengalami kenaikan karena supply energi negara-negara Eropa terganggu. Yang tumbuh juga sektor kesehatan, pendidikan, dan pariwisata,” ujar dia.
Chatib menambahkan, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini, pemerintah harus melakukan sejumlah intervensi. Bank Indonesia memang akan tetap menaikkan suku bunga sesuai dengan tren suku bunga global. Hal ini untuk menghindari dampak capital outflow yang dapat mengancam stabilitas keuangan domestik.
“Kenaikan pada suku bunga memang akan berdampak pada investasi dan konsumsi domestik. Sementara konsumsi domestik menjadi andalan perekonomian Indonesia ke depan,” katanya.
Karena itu, tambah dia, intervensi pemerintah melalui belanja modal dan insentif harus dijalankan. Untuk menjaga pasar domestik, belanja modal melalui proyek padar karya, bantuan langsung tunai, maupun cara-cara lainnya dapat menjaga ekspektasi pasar agar permintaan tetap terjaga dan produksi
“Industri manufaktur seperti tektil, otomotif, teknologi adalah sektor yang bakal melambat. Pasar global turun, sehingga permintaan melambat. Harus ada insentif untuk industri ini agar tidak terjadi PHK. Tapi harus diingat, resesi tidak seseram yang dibayangkan, kita hanya perlu waspada,” katanya.
Terkait UMKM, Chatib menjelaskan, sektor UMKM relatif aman karena ketergantungan terhadap impor sangat terbatas. Selain itu, harga produk UMKM relatif murah sehingga selalu ada permintaan. Namun, yang harus dijaga adalah akses UMKM terhadap modal sehingga dalam situasi tersebut UMKM dapat ekspansi dan menyerap tenaga kerja.
Menanggapi hal tersebut, Arsjad mengatakan, KADIN akan memperkuat UMKM dengan program kemitraan inklusif. Dengan program tersebut, UMKM diharapkan dapat meningkatkan produksi dan memperoleh kemudahan dalam pendanaan serta akses pasar.
KADIN juga telah bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP) agar sebanyak mungkin UMKM masuk ke e-katalog demi mempermudah penyerapan belanja APBN tahun depan.