KADIN Apresiasi Presiden Jokowi Tolak Pesanan Beras dari China dan Arab Saudi

JAKARTA–Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia mengapresiasi kebijakan pemerintah yang menolak pesanan beras dari China dan Arab Saudi. Kebijakan itu untuk memastikan ketersediaan pangan dalam negeri di tengah gejolak krisis global.

Ketua Umum Kadin, Arsjad Rasjid mengatakan pentingnya memperkuat ketahanan pangan, mengingat ke depan, ada potensi krisis global yang antara lain akibat perang Rusia dan Ukraina belum surut. Dalam kondisi tersebut, komoditas pangan bisa ikut terimbas.

“Masalah ini perlu diantisipasi melalui kerja sama antara pemerintah dengan dunia usaha,” ungkap Arsjad, Rabu (24/8/2022).

Kata Arsjad, konflik Rusia Ukraina berdampak serius bagi rantai pasok (supply chain) dalam perdagangan global, termasuk di sektor pangan. Gangguan pada pasokan berpotensi mendorong kenaikan harga, sehingga daya jangkau masyarakat menjadi lemah mengingat tingkat kesejahteraannya tidak mengalami peningkatan akibat krisis.

Dia menjelaskan, saat ini banyak negara juga tengah melakukan proteksi terhadap bahan pangan. Situasi ini tidak menguntungkan bagi negara yang masih mengimpor, karena pasokan di pasar global akan menyusut. Untuk itu, Presiden Direktur PT Indika Energy Tbk menyatakan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk mencegah imbas krisis pangan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan ada permintaan beras dari China dan Arab Saudi. Rinciannya mencapai 2,5 juta ton dari China, dan 1.000 ton dari Arab Saudi. Presiden menolak permintaan itu untuk menjaga ketahanan pangan.

“Saat ini kita belum berani, sudah kita setop dulu. Tapi begitu produksinya melompat karena Bapak-Ibu terjun ke situ, bisa saja melimpah dan bisa kita ekspor dengan harga yang sangat feasible, dengan harga yang sangat baik,” kata Presiden ketika memberikan pengarahan kepada KADIN Provinsi se-Indonesia, di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.

Jokowi mengatakan permintaan beras dari China dan Arab Saudi itu memperlihatkan bahwa Indonesia memiliki peluang di tengah krisis global ini. Jokowi mengatakan Indonesia masih menunggu momen yang tepat. Jika produksi beras meningkat bukan ada potensi Indonesia melakukan ekspor.

Selain dari sisi peluang ekspor, Jokowi juga memaparkan upaya mencari pengganti produk impor. Gandum, misalnya. Indonesia tidak bisa menanam gandum sehingga masih mengimpor 11 juta ton gandum. Tapi, campuran gandum bisa ditanam di Indonesia, seperti cassava, sorgum, sagu, dan lain-lainnya.

“Artinya, saya mengajak Bapak-Ibu sekalian misalnya di NTT, ada Kadin NTT? Tanam sorgum. NTT itu adalah tempatnya sorgum, sangat subur sekali dan feasible,” kata Presiden.