KADIN Closed Loop Holtikultura di Garut Jadi Pilot Proyek Nasional

JAKARTA–Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menjalin program kemitraan closes loop agribisnis holtikultura terintegrasi dari hulu sampai hilir di Kabupaten Garut. Model kemitraan closed loop agribisnis holtikultura pertanian ini akan menjadi percontohan di seluruh wilayah Indonesia.

Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid mengatakan skema inclusive closed loop bertujuan meningkatkan produksi komoditas pangan secara berkelanjutan.

“Inilah yang ingin kita upayakan, jadi ini adalah kerja gotong royong bersama-sama karena itulah arti Pancasila, itulah arti kita kebersamaan untuk menuju suatu kesejahteraan yang ada,” ucap Arsjad di Cikajang, Garut, Kamis (1/9/2022).

Arsjad mengatakan dengan skema inclusive closed loop, KADIN turut membantu meningkatkan kesejahteraan para petani sekaligus mengurangi pelepasan emisi. Skema itu terdiri dari praktik pertanian, penyediaan akses bibit dan pupuk unggul, dukungan pendanaan, dan pendidikan literasi keuangan, serta dibarengi dengan dukungan teknologi tepat guna dan jaminan pembelian (offtaker) oleh perusahaan yang memberikan pendampingan.

Penerapan skema inclusive closed loop berdampak pada ekosistem sektor pangan yang dapat dijadikan sebagai model bisnis produk unggulan lain. Dukungan kebijakan dan insentif dari pemerintah berpotensi mendatangkan rantai pasok yang kokoh, sehingga akan muncul banyak food estate dengan pengelolaan yang berdasarkan koperasi.

Arsjad memuji petani asal Kabupaten Garut, Rizal Fahreza yang telah menjadi salah satu contoh petani yang memulai model close loop agar pertanian bisa lebih maju lagi.

“Di sinilah mulainya harapannya bukan di sini saja, bukan hanya seorang Rizal tetapi banyak-banyak Rizal lagi, supaya mudah-mudahan bisa membantu petani yang ada dan petani bisa maju,” tutur Arsjad.

Sementara itu, Bupati Garut Rudy Gunawan berpesan kepada KADIN Indonesia agar dapat memperluas pemasaran hasil produksi petani di Garut, sehingga angka kemiskinan di wilayahnya yang saat ini berada di angka 10,6 persen bisa menurun.

“Dua tahun ini naik menjadi 10,6%, diakibatkan oleh petani-petani yang tidak bisa mengakses pasar secara baik ke Jakarta, karena dulu kan ada PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), jadi tidak bisa ke Cibitung, tidak bisa ke Tangerang, dan juga tidak bisa ke Kramat Jati,” ucapnya.