KADIN Dukung Larangan Impor Pakaian Bekas Demi Lindungi Pasar Lokal

JAKARTA–Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia mendukung penuh sikap pemerintah yang mempertegas larangan masuknya pakaian impor dari jalur tidak resmi dalam rangka melindungi pasar dalam negeri.

Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, dengan adanya resesi ekonomi global yang berdampak pada turun drastisnya permintaan ekspor, industri alas kaki, tekstil, dan pakaian jadi turut terkoreksi dalam. Dalam kondisi tersebut, pasar dalam negeri seharusnya dapat membantu mengingat konsumsi rumah tangga Indonesia terbilang tinggi.

Apabila tidak dipertegas sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku, Indonesia bakal menjadi pasar empuk dari impor pakaian bekas dari berbagai negara. Pasar Indonesia yang cukup menggiurkan menjadi sasaran empuk impor pakaian bekas tersebut.

“Sejak akhir tahun lalu, kami sudah menyampaikan permohonan kepada pemerintah agar bertindak tegas sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap fenomena berdatangan impor pakaian bekas ke Indonesia. Hal ini menjadi ancaman serius bagi pelaku usaha dalam negeri,” katanya.

Arsjad mengingatkan, akhir tahun lalu, sejumlah industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki melakukan PHK terhadap sejumlah karyawan. Hal ini terjadi karena turunnya permintaan ekspor produk tersebut yang berakhir terganggunya operasional perusahaan.

Apabila permintaan ekspor terus menurun dan pasar dalam negeri tidak dapat menyerap produk dalam negeri, PHK akan terus terjadi di sektor padat karya tersebut. Hal ini menjadi preseden yang kurang baik untuk pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Larangan impor pakaian bekas diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 40 Tahun 2022 tentang perubahan Permendag No 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor.

Dalam Permendag tersebut dinyatakan, barang dilarang impor, antara lain kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Barang-barang bekas itu dilarang diimpor karena berdampak buruk bagi ekonomi domestik, terutama UMKM serta buruk untuk kesehatan penggunanya.