JAKARTA–Industri kreatif dan seniman masih harus bersabar karena hak cipta terhadap sebuah karya belum dapat dimonetisasi menjadi jaminan fidusia. Kondisi ini menghambat para pekerja seni dalam merancang dan menghidupkan bisnis kreatif yang berkelanjutan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, banyak lembaga keuangan dan regulator belum bisa menerima monetisasi musik dan karya cipta dengan jaminan fidusia. Hal ini dikarenakan sulitnya menilai karya seni dan hak cipta untuk ditangguhkan sebagai jaminan ke lembaga keuangan.
Arsjad mengatakan ini di hadapan perwakilan dari para seniman di industri kreatif, di antaranya mantan Kepala Badang Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang juga pekerja seni Triawan Munaf, Pencipta, Produser, dan Penyanyi Anang Hermansyah, Young Lex, dan beberapa musisi dan seniman lainnya.
“Ekosistem terintegrasi yang bisa mendukung kemudahan proses ini, baik terkait sertifikasi kompetensi bagi seniman dan institusi sebagai legitimasi, pendaftaran hak cipta, maupun valuasi terhadap karya seni perlu didorong agar tantangan tersebut tidak bakal terjadi lagi,” ujar dia,
Seperti diketahui, pemerintah sebenarnya telah memiliki dua peraturan bagi industri kreatif, di antaranya PP No 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif, dan PP No 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik. Namun, kedua aturan tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya.
Arsjad menambahkan, sebagai karya cipta yang dapat dinikmati banyak kalangan, produk tersebut seharusnya dapat dengan mudah dimonetisasi. Dengan demikian, ada mata rantai yang dapat mendorong industri tersebut bisa bertumbuh dan berkembang.