Kolaborasi dalam Transisi Energi

JAKARTA  – Upaya transisi menuju energi terbarukan yang ramah lingkungan kian dipercepat oleh adanya perang Rusia dan Ukraina. Komisi Eropa –Badan Eksekutif Uni Eropa– berkomitmen untuk menurunkan ketergantungan pada gas Rusia.

Seperti disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada “Youth20 Summit 2022: High-Level Panel”, Eropa akan melipatgandakan pembangkit listrik energi terbarukan pada 2030. Rencana tersebut merupakan upaya untuk beralih dari penggunaan energi fosil.

Kendati demikian, dia menyadari bahwa harga energi terbarukan masih belum kompetitif dibandingkan energi sarat karbon. Untuk itu, katanya, perlu kolaborasi berbagai pemangku kepentingan di Indonesia guna memastikan bahwa transisi energi layak secara ekonomi bagi bisnis dan konsumen. Aspek keterjangkauan konsumen itu, katanya, sejalan dengan prioritas B20.

B20 atau Business 20 merupakan komunitas bisnis internasional dari negara-negara anggota G20, yang saat ini Indonesia menjadi Presidensi G20. Forum B20 akan diselenggarakan di Bali pada 13-14 November 2022.

Arsjad Rasjid, Ketua Dewan Penasihat B20 mengamini pernyataan Menteri Siti Nurbaya tersebut. “Untuk mewujudkan transisi energi, pemerintah maupun pengusaha tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Memang harus kolaboratif,” ungkapnya, Selasa (19/7/2022).

Menurut dia, selain bersifat kolaboratif, pelaksanaan transisi energi juga harus inklusif. Para pemangku kepentingan mesti ikut terlibat. Tantangan yang berpotensi dialami oleh dunia usaha dan konsumen dalam ikhtiar tersebut perlu dijadikan pertimbangan.

Bagi konsumen, aspek keterjangkauan harga sangat penting.. Jangan sampai, katanya, produk energi ramah lingkungan harus dibayar di luar kemampuan konsumen, sehingga tidak memenuhi skala ekonomi.

Untuk dunia usaha, sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad menyatakan organisasi yang dipimpinnya telah memiliki komitmen melaksanakan transisi energi. Dia menyadari perlunya tindakan bersama dari pemerintah dan sektor swasta agar target dapat tercapai.

Dalam rangka mendukung pencapaian target netral emisi karbon pada 2060, Kadin Indonesia bahkan telah membuat “KadinNet Zero Hub”. “Ini merupakan wadah atau media untuk sharing inside, informasi, knowledge, resources, dan tools antarperusahaan,” paparnya.

Selain itu, ungkap Arsjad, Kadin Indonesia  akan menghimpun partisipasi seluruh sektor swasta agar menjadi katalisator kebijakan netral emisi karbon. Dunia usaha mengintegrasikan aksi itu ke dalam siklus kegiatan ekonomi, sehingga memberikan kontribusi pada kebijakan dan komitmen dekarbonisasi.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi energi terbarukan.  Dari tenaga surya, hidroelektrik, panas bumi, hingga energi angin. Potensi itu menjadikan peluang investasi pada sektor energi hijau di Indonesia menjadi semakin menarik. Dia memperkirakan nilai ekonomi hijau Indonesia mencapai US$100-125 miliar.

Arsjad juga telah mengunjungi sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Kanada, maupun di Eropa untuk mengajak para pemangku kepentingan, terutama dunia usaha, terlibat dalam proses transisi energi di Indonesia. “Kami telah memulai, karena menyadari prinsip yang inklusif dan kolaboratif dalam proses transisi energi sangat penting,” tegasnya.