Kompendium Bali, Menuju Perdagangan Digital Inklusif

JAKARTA–Ekonomi digital akan terus tumbuh dan berevolusi. Fasilitasi perdagangan digital yang didukung oleh digitalisasi berkontribusi terhadap perluasan akses pasar, pengurangan biaya perdagangan, hingga peningkatan peluang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk terintegrasi dengan pasar global. Untuk itu, kebijakan perdagangan digital yang dibangun harus bersifat inklusif dan dapat mengakomodasi masyarakat luas.

Perdagangan digital yang inklusif menjadi poin dalam Kompendium Bali hasil pertemuan tingkat menteri di bidang perdagangan, investasi dan industri atau Trade, Investment and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) pada 22 – 23 September 2022 di Bali.

“Perdagangan digital yang inklusif, dengan UMKM, perempuan, dan wirausaha muda sebagai prioritas mutlak membutuhkan akses internet,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid, Rabu (5/10/2022).

Arsjad menambahkan, jika pemerintah dan sektor swasta dapat bekerja sama mewujudkan kesetaraan dan ruang yang inklusif gender, maka ada potensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi global sampai 14 triliun dolar AS atau setara dengan Rp208.596,5 triliun pada 2030. Arsjad menyayangkan kondisi saat ini perempuan masih tidak memiliki akses yang sama terhadap peluang di dunia digital.

Digitalisasi UKMM juga tak kalah pentingnya. Digitalisasi terbukti menjadi faktor kunci UMKM bertahan dan tumbuh di masa pandemi, antara lain karena dapat menjangkau pelanggan lebih luas. Pemanfaatan e-commerce oleh UMKM memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan transaksi jual-beli secara konvensional. Data Bank Indonesia mengungkapkan, 20% UMKM yang mampu bertahan dan bangkit dari pandemi lantaran mampu beradaptasi dengan perkembangan digital.

Berdasarkan laporan Datanesia bertajuk Tersendatnya Digitalisasi UMKM beragam hambatan digitalisasi UMKM yang harus diatasi, antara lain soal literasi dan logistik. Masih banyak UMKM yang merasa tidak penting menjadi bagian dari ekosistem digital. Selain itu, biaya logistik yang tidak murah di Indonesia juga dapat menghambat UMKM melakukan peneterasi ke pasar yang lebih luas, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, dari sekitar 65 juta lebih UMKM, baru 17,25 juta atau kurang lebih 26,5% UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital. Angka ini tentu perlu ditingkatkan, seiring perkembangan akseptasi dan preferensi masyarakat dalam berbelanja daring.

Sejumlah terobosan sudah dilakukan KADIN, melalui jejaring pengusaha lokal dan nasional, yang mendorong agar pintu perdagangan digital inklusif ini benar-benar bisa dirasakan secara nyata oleh masyarakat. KADIN telah menggagas plaftorm Wikiwirausaha yang menjadi jembatan penghubung UMKM, koperasi, startup atau pemerintah daerah terkait pemberdayaan UMKM dan juga masalah rantai pasok.