JAKARTA– Pemerintah Indonesia baru saja menggelar Trade, Investment, and Industry Ministerial Meeting (TIIMM) G20 yang dilaksanakan pada 22 – 23 September 2022 di Bali. Sejumlah kesepakatan dihasilkan dari pertemuan tersebut, yang bakal menjadi fondasi bagi negara-negara dalam merancang strategi dan menarik investasi serta perdagangan berkelanjutan ke depan.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan, kesepakatan yang dihasilkan dalam TIIMM G20 mencitrakan visi ekonomi yang dibangun Indonesia dan negara-negara berkembang selama ini. Dengan keunggulan komparatif di mata rantai komoditas penting global saat ini, Indonesia dan negara-negara berkembang dapat menentukan arah strategi investasi dan perdagangan sesuai dengan yang diinginkan.
Kesepakatan tersebut juga merupakan angin segar bagi dunia usaha dan industri dalam negeri, yang membuka peluang adanya investasi dan kerja sama perdagangan yang lebih luas di dalam dan di luar negeri.
“Kami menyambut baik Bali Kompedium untuk Sektor Investasi dan Perdagangan sesuai dengan TIIMM G20 di Bali beberapa waktu lalu. Kesepakatan tersebut memacu kami pada level Meeting B20 untuk merealisasikan secara konkrit kerja sama bisnis antarnegara dan pengusaha lintas sektoral dalam rangka meninggalkan legacy yang kuat untuk pertemuan puncak G20 di Bali November mendatang,” kata dia.
Apa saja yang disepakati? Berikut lima intisari yang perlu Anda ketahui dari Bali Konpendium untuk perdagangan dan investasi yang berkelanjutan:
- G20 Sepakat Hargai Arah Strategi Investasi Setiap Negara
Kesepakatan penting dari Bali Konpendium untuk sektor perdagangan dan investasi adalah kemandirian setiap negara untuk mengatur strategi investasinya sesuai dengan keunggulan yang dimiliki negara tersebut. Negara-negara lain tidak dapat mengintervensi strategi dan arah investasi tersebut.
Bagi Indonesia, kesepakatan ini menjadi angin segar di tengah upaya negara ini mengatur kembali soal kebijakan investasi dan perdagangan ekspor, terutama terkait ekspor komoditas yang sejalan dengan visi keberlanjutan dan investasi hijau. Seperti diketahui, Indonesia sudah menerapkan larangan ekspor bijih mentah bauksit dalam beberapa tahun belakangan, dan sedang berupaya menerapkan kebijakan yang hampir sama terkait nikel dan timah.
- Pemangkasan Soal Birokrasi Yang Bertele-tele
Para Menteri yang mewakili G20 menyepakati bahwa birokrasi yang berbelit-belit dan bertele-tele merupakan salah satu hambatan fundamental dalam memajukan investasi dan perdagangan multilateral. Negara-negara diminta untuk melihat kembali birokrasi yang berbelit-belit dan melakukan pemangkasan sehingga investasi dan perdagangan multilateral dapat tercapai efektif, efisien, dan transparan. Undang-Undang Cipta Kerja yang memangkas 79 Undang-Undang menjadi contoh dari penyederhanaan birokrasi dan aturan yang berbelit-belit tersebut.
- Investasi yang Masuk Harus Melibatkan UMKM
Kesepakatan ini menjadi angin segar untuk UMKM. Dalam rangka mendorong UMKM menjadi tuan di rumah sendiri dan dapat berbicara di kancah global, setiap investasi yang masuk di suatu negara diharuskan melibatkan UMKM. Kesepakatan ini menjadi perdebatan sebelumnya, karena banyak negara melihat bahwa kolaborasi dan keterlibatan UMKM seharusnya diserahkan pada mekanisme pasar. Tidak perlu diatur dalam sebuah mandatory. Namun, berkaca pada kondisi ekonomi negara berkembang seperti Indonesia, yang ekonominya bergantung pada UMKM, kesepakatan tersebut harusnya mendapat persetujuan bersama.
- Pemerataan Investasi untuk Mendukung Pemulihan Ekonomi dan Kesehatan Global
Seperti diketahui, 80% GDP global dikuasai oleh negara G20. Namun, kenyataannya penyebaran investasi tidak merata. Di sisi lain, negara-negara G20 menyadari investasi yang berkelanjutan dan inklusif merupakan kunci dari pemulihan ekonomi yang kuat. Kohesi antara perdagangan, investasi, dan industri menjadi penting untuk mengembalikan produktivitas, mengatasi tantangan pandemi, memperkuat arsitektur kesehatan global, dan memperkuat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
- Digitalisasi demi Meningkatkan Rantai Nilai Global
Digitalisasi menjadi tak terelakkan saat ini dan juga menjadi perhatian bersama negara-negara G20. Bagi negara-negara G20, rantai nilai global berperan penting dalam mendorong partisipasi negara berkembang, khususnya bagi usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM), perempuan, serta wirausaha muda ke dalam perdagangan global. Rantai nilai global tersebut dapat tercapai melalui digitalisasi. Karena itu, negara-negara G20 sepakat mendorong perdagangan digital yang inklusi, yang memberi kesempatan seluas-luasnya bagi UMKM, perempuan, dan wirausaha muda untuk naik kelas ke kancah global. Ini suatu kesempatan emas bukan?