JAKARTA–Indonesia terus menggenjot serangkaian kerja sama dagang dengan negara-negara potensial. Berkah dari KTT G20 yang baru saja lewat, kerja sama antara Korea-Indonesia semakin dipererat melalui sembilan nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU).
Inisiatif kerja sama tersebut datang dari komunikasi apik antara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia bersama Federation of Korean Industries (FKI).
Dalam Korea-Indonesia Business Roundtable 2022 yang diselenggarakan di sela-sela B20 Summit, kedua perwakilan negara sepakat untuk menjalin kerja sama lebih erat untuk meningkatkan nilai ekspor impor yang kolaboratif dan inklusif.
Hadir dalam penandatangan MoU tersebut, Presiden RI Joko Widodo didampingi Menteri Koordinator Perekonomian RI Airlangga Hartato; Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Republik Indonesia, Luhut Pandjaitan; Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi; Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basoeki Hadimoeljono; serta Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid.
“Korea-Indonesia Business Roundtable 2022 merupakan sebuah inisiatif dari KADIN dan Federation of Korean Industries (FKI) untuk mempererat hubungan bilateral yang lebih erat antara komunitas bisnis Korea dan Indonesia,” kata Arsjad.
Arsjad mengatakan, fenonema Hallyu Wave telah berkembangan di dunia, termasuk di Indonesia. Budaya Korea tersebut hadir dalam berbagai bentuk, seperti musik K-Pop, drama seri Korea, kuliner, beragam produk kecantikan, telekomunikasi, dan juga otomotif.
Menurut KOFICE, Indonesia menempati urutan ke empat teratas yang mengonsumsi produk-produk Korea. Minar yang tinggi tersebut menyebabkan pemerintah Korea gencar memperluas komunikasi budaya untuk mempromosikan budaya Korea di Indonesia.
Dalam hal kerja sama dagang, Indonesia-Korea telah menjalin kerja sama dalam berbagai bidang, di antaranya pertanian, kelautan, kehutanan, perdagangan, infrastruktur, dan teknologi.
Tahun lalu, nilai kerja sama dagang antara Indonesia-Korea mencapai US$18,40 miliar. Ekspor Indonesia ke Korea sekitar US$9 miliar, dan impor sebesar US$6,09 miliar.
Arsjad mengatakan, saat ini Korea Selatan juga menjadi pemain terkemuka di industri kendaraan listrik. Sementara itu, Indonesia memiliki 30% cadangan nikel dunia dan berpeluang menjadi pusat manufaktur baterei kendaraan listrik di dunia.