Menjawab Tantangan Arsjad Rasjid soal Kesetaraan Gender

JAKARTA–Setiap 21 April, Indonesia selalu mengenang RA Kartini sebagai pahlawan kesetaraan gender di Tanah Air. Berkat keteladanan, perjuangan, dan tulisan-tulisannya, RA Kartini merintis jalan untuk mengangkat derajad kaum wanita Indonesia. Jasanya tersebut dikenang hingga kini dan menjadi inspirasi perempuan Indonesia.

Pada momen Hari Kartini tahun ini, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengunggah sebuah tantangan di akun Instagram @arsjadrasjid.

Dia membuka tantangan tersebut dengan mengatakan, 21 April selalu dikenang sebagai Hari Kartini. Kita bukan hanya merayakan hari lahirnya seorang sosok, tetapi juga menghormati perjuangan Ibu Kartini untuk memerdekakan dan menyetarakan hak-hak perempuan pada zamannya.

“Sampai hari ini perjuangan Ibu Kartini pun belum sepenuhnya tuntas. Namun, semangat dan pemikiran-pemikirannya terus dilanjutkan dari generasi ke generasi,” kata dia.

Arsjad kemudian melanjutkan dengan bertanya, “Siapakah sosok Kartini masa kini untuk teman-teman?”

Dia lalu menantang followernya untuk memberikan jawaban di kolom komentar dan menantang follower yang memberikan jawaban istimewa untuk berbincang di Program Coffee Break with Arsjad di kanal YouTubenya untuk membicarakan kesetaraan gender di era modern.

Unggahan tersebut terus mendapat tanggapan dari followernya. Berbagai jawaban dengan ragam versi diberikan, antara lain sosok Kartini era sekarang adalah orang tua, ibu, guru, bahkan ada yang menyebut spesifik, kartini adalah Ibu Sri Mulyani (red, Menteri Keuangan), @najwashihab, @therealdisastr.

Akun @fifi.aris, salah satu yang menjawab pertanyaan @arsjadrasjid mengatakan, kartini adalah sosok yang memberi setitik terang kemajuan berpikir untuk para wanita sehingga dapat bertanggung jawab kepada diri sendiri, lingkungannya, negaranya, dan agamanya.

Sosok Kartini, semasa hidupnya, berjuang untuk kesetaraan gender, dimulai dari dirinya sendiri. Selepas dari sekolah di usia 12 tahun, Kartini dipingit, seperti kebiasaan perempuan kala itu. Pergerakkan Kartini cuma sebatas rumah, halaman, dan tembok.

Ibunya termasuk penghalang terbesar Kartini untuk mendobrak tradisi pingitan. Bagi ibunya, perempuan adalah penerus tradisi, yang artinya, kedudukannya lebih rendah dari laki-laki. Berikut beberapa cuplikan dari tulisan Kartini di masanya:

“Penjaraku rumah besar, berhalaman yang luas sekelilingnya, tetapi sekitar halaman itu ada tembok tinggi. Tembok inilah yang menjadi penjara kami. Arah ke mana juga aku pergi, setiap kali putus juga jalanku oleh tembok batu atau pintu terkunci” (Kartini, November 1899)

“Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput layaknya. Bila agak cepat, dicaci orang, disebut kuda liar” (Kartini, Agustus 1899)

“Kami, gadis-gadis masih terantai dengan adat istiadat lama,” demikian tegas Kartini. “Kepada kakakku laki-laki dan perempuan, kuturuti semua adat itu dengan tertibnya, tetapi mulai dari aku ke bawah, kami langgar seluruhnya segala adat itu.”

Kartini mendambakan tembok-tembok itu runtuh. Dia ingin agar perempuan berkehendak bebas, dapat berdiri sendiri, jangan bergantung kepada orang lain. Kendati “kata emansipasi tidak ada artinya bagi telinga saya, telah hidup dalam diri saya suatu keinginan untuk bebas, merdeka, berdiri sendiri” (Kartini, Mei 1899).

Wanita kuat selalu berada di depan keinginan yang diharapkan. Karena tidak ada satu pun yang bisa menghalangi setiap wanita untuk mengejar impiannya, kecuali dirinya sendiri. Aku mau! Demikian kata RA Kartini. Dua kata itu sudah membawanya melintasi gunung keberatan dan kesusahan.

Aku mau! Membuat kita mudah mendaki puncak gunung. Janganlah biarkan keinginanmu padam! Perempuan hebat pasti bertindak dengan tepat, perempuan hebat pasti selalu punya tempat.