JAKARTA–Menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP-27 UNFCCC) di Mesir dan KTT G20 di Bali, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid menyambangi Vatikan, Roma membahas pengembangan ekosistem energi hijau dan ekonomi berkelanjutan.
Di sela-sela meeting tersebut, Arsjad Rasjid bersama Presiden COP-24 dan Mantan Menteri Iklim & Lingkungan Polandia Michal Kurtyka berkesempatan bertemu dengan Pemimpin Gereja Katolik Roma Paus Fransiskus. Dialog tiga pihak tersebut menyepakati bahwa perubahan mendasar dalam ekonomi global seyogyanya bersumber dari nilai-nilai moral, spiritual, dan agama.
Berangkat dari dialog tersebut, ketiganya pun menyepakati untuk memperkenalkan dan mempromosikan tidak hanya sekedar 3P (People, Planet, Profit), tetapi 5P sebagai prinsip utama dalam melawan tantangan global saat ini, yakni Peace (Perdamaian), Prosperity (Kesejahteraan), People (Masyarakat), Planet (Bumi), dan Partnership (Kolaborasi inklusif).
Secara khusus, Ketua Umum KADIN Indonesia juga mengundang Paus Fransiskus untuk berkunjung ke Indonesia tahun depan dan menggalang kerja sama nyata dalam mewujudkan kelima prinsip utama tersebut dapat diimplementasikan dalam kultur Indonesia, didasarkan pada dialog antaragama dan budaya yang inklusif.
Arsjad mengatakan, tindakan nyata melawan tantangan global yang berujung pada ancaman kehidupan telah memengaruhi semua orang tanpa memandang ras, agama, keyakinan, kelompok, maupun organisasi. Dalam arti yang paling mendasar, tindakan nyata tersebut justru datang dari nilai-nilai agama yang menggerakan setiap penganutnya untuk mendorong terciptanya ekonomi yang inklusif, menjaga perilaku ekonomi tetap terkendali, dan bersama-sama melawan tantangan global saat ini.
“Berbicara tentang pemulihan dunia dari ancaman perubahan iklim merupakan dialog lintas agama. Kita dipanggil kepada planet yang tanpa batas, untuk bekerja bersama-sama memulihkan dunia. Perubahan iklim adalah dialog lintas agama yang penting karena didasarkan pada iman kita yang mewajibkan kita untuk merawat bumi, menciptakan kesejahteraan, menjamin tatanan hidup yang layak bagi generasi selanjutnya,” ujar Arsjad ketika diwawancarai di salah satu stasiun radio di Vatikan.
Arsjad membeberkan, perdamaian menjadi persyaratan mutlak untuk segala sesuatu, yang berakar pada ajaran untuk berbuat baik dari semua agama dan keyakinan. Kesejahteraan berkontribusi pada perdamaian karena mengakhiri kesenjangan sosial dan meminimalisir konflik. Sementara itu, masyarakat adalah subjek dari pengembangan ekonomi, tanpa ada yang ditinggalkan, dan memastikan bahwa bumi tetap dijaga, dirawat, dilestarikan untuk generasi selanjutnya. Perjuangan untuk mewujudkan semua hal itu bergantung pada kolaborasi inklusif, tanpa membeda-bedakan asal usul dan latar belakang.
Senada dengan itu, Michal menegaskan, apapun tatanan dunia baru yang ditetapkan untuk menggerakkan pemulihan global, standar baru tersebut harus mencakup prinsip 5P, yaitu penghormatan terhadap masyarakat, melindungi dan merawat bumi, kemitraan inklusif di seluruh dunia, dialog antaragama dan antarbudaya untuk perdamaian, dan penemuan ilmiah untuk kemakmuran yang berkelanjutan.
“Tatanan dunia sedang ditantang dan berantakan. Terserah para pemimpin paling terkemuka di dunia ini untuk memikirkan kembali apa tatanan dunia baru yang akan muncul dari pandemi atau dari gejolak geopolitik. Jangan sampai nilai-nilai itu hanya kamuflase belaka dari sebelumnya. Yang paling tepat saat ini adalah 5P,” kata dia.
Paus Fransiskus, dalam beberapa kesempatan belakangan ini, juga menyerukan hal yang sama terkait panggilan dan solidaritas umat manusia terhadap pemulihan dunia dan lingkungan. Paus mengajak umat Katolik untuk melakukan pertobatan ekologis, sekaligus memberikan pesan kuat kepada para pemimpin dunia yang hadir di COP-27 di Mesir dan G20 untuk secara serius memikirkan pengurangan jejak karbon dari aktivitas manusia.
Dia juga menekankan dampak yang tak terkirakan dari bencana ekologis akibat perubahan iklim dan konflik geopolitik, seperti kekeringan, banjir, angin topan, krisis pangan, krisis air, serangan hama dan penyakit, serta ancaman terhadap kehilangan sumber-sumber penghidupan yang layak. Melalui ensiklik “Laudato Si,” Paus Fransiskus mendorong aksi nyata dan memberikan pesan universal kepada dunia untuk menghentikan kehancuran bumi yang disertai dengan degradasi kehidupan umat manusia yang sedang dirasakan saat ini.
Ketika ditanya terkait KTT G20 dan B20 di Bali, Arsjad menjelaskan, sesuai dengan tema B20 “Advancing Innovative, Inclusive, and Colaborrative Growth” pertemuan di Bali Indonesia mengedepankan pentingnya keadilan ekonomi di setiap tingkat sosial ekonomi dengan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan dan dialog lintas kepercayaan dalam upaya mewujudkan keadilan ekonomi.
“Dengan adanya KTT G20 dan B20 di Bali, para pemimpin dunia memikirkan cara dunia melakukan transformasi untuk menghadirkan gerakan bersama dalam melakukan pemulihan dunia dari aktivitas ekonomi yang mengancam, seperti mempromosikan pengurangan emisi karbon, kerja sama dagang yang inklusif, dan sejumlah legacy lain yang terarah pada visi keberlanjutan, yang pada akhirnya menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh dunia,” kata dia.