Presiden Instruksikan Pengendalian Inflasi, Kadin Optimistis Fundamental Ekonomi RI Kuat
JAKARTA–Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan jajarannya untuk bekerja sama dalam upaya pengendalian inflasi di tanah air. Presiden menekankan jajarannya untuk tidak bekerja secara rutinitas karena keadaan saat ini tidak pada kondisi normal.
“Saya ingin bupati, wali kota, gubernur betul-betul mau bekerja sama dengan tim TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) di daerah dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat. Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik, yang menyebabkan inflasi,” ujar Presiden saat membuka membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Inflasi Tahun 2022, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/08/2022).
Menurut Presiden, untuk menekan kenaikan harga komoditas yang berdampak pada inflasi di suatu daerah dapat dilakukan dengan mendatangkan komoditas tersebut dari daerah lain yang memiliki pasokan melimpah.
Terkait mahalnya biaya transportasi yang kerap menjadi kendala dalam pengiriman komoditas antardaerah, Presiden pun mendorong adanya anggaran tak terduga yang dapat digunakan untuk menutup biaya tersebut sekaligus menyelesaikan inflasi di daerah.
“Transportasi itu mestinya anggaran tak terduga bisa digunakan untuk menutup biaya transportasi bagi barang-barang yang ada, gunakan. Saya sudah perintahkan ke Menteri Dalam Negeri untuk mengeluarkan entah surat keputusan, entah surat edaran yang menyatakan bahwa anggaran tidak terduga bisa digunakan untuk menyelesaikan inflasi di daerah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Presiden juga menekankan pentingnya jajaran pemerintah di daerah untuk terus memantau inflasi di wilayah masing-masing,
“Provinsi harus tahu, posisi inflasi saya di angka berapa. Nanti saya ke daerah saya tanya, jangan gelagapan enggak mengerti posisi inflasi provinsinya berada di angka berapa, mana yang tinggi, mana yang pada posisi normal, mana yang pada posisi rendah, lihat,” tegasnya.
Presiden mengungkapkan, terdapat lima provinsi yang memiliki inflasi di atas 5 persen, yaitu Jambi yang berada di angka 8,55 persen, Sumatra Barat 8,01 persen, Kepulauan Bangka Belitung 7,77 persen, Riau 7,04 persen, dan Aceh 6,97 persen.
“Tolong ini dilihat secara detail yang menyebabkan ini apa, agar bisa kita selesaikan bersama-sama dan bisa turun lagi di bawah 5 (persen), syukur bisa di bawah 3 (persen),” ujarnya.
Secara nasional inflasi berada di angka 4,94 persen. Presiden mengingatkan bahwa angka inflasi tersebut masih didukung oleh tidak naiknya harga BBM karena subsidi yang digelontorkan pemerintah.
“Pertalite, Pertamax, Solar, LPG, listrik itu bukan harga yang sebenarnya, bukan harga keekonomian, itu harga yang disubsidi oleh pemerintah yang besarnya hitung-hitungan kita di tahun ini subsidinya Rp502 triliun,” ujarnya.
Pada kesempatan terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Arsjad Rasjid mengatakan fundamental perekonomian Indonesia masih bagus, bahkan ketika masih dalam situasi pemulihan pandemi COVID-19. Indonesia menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2022 tumbuh tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, perekonomian pada triwulan II tahun ini tumbuh 5.44% secara tahunan (yoy).
Arsjad menilai tren perbaikan ekonomi Indonesia tercermin dari nilai perdagangan yang meroket 36% (yoy) dengan angka PMI yang tembus di atas 50. Kondisi ini mencerminkan baiknya fundamental ekonomi RI di tengah ancaman global.
“Saat ini pelaku industri sedang bergerak menuju pemulihan ekonomi. KADIN percaya sektor industri di Indonesia akan bertahan untuk menjadikan Indonesia menjadi Negara Industri Tangguh pada tahun 2025 sesuai dengan Kebijakan Industri Nasional,” kata Arsjad dalam acara Economic Update CNBC Indonesia, Selasa (18/08/2022)..
Meski secara fundamental baik, Arsjad tetap mengingatkan situasi dan kondisi pada kuartal pertama di tahun 2022 cukup menantang bagi kinerja pemulihan ekonomi Indonesia. Dari sisi internasional, tekanan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang semakin meningkat juga menjadi tantangan bagi kinerja pemulihan ekonomi nasional.
Arsjad menambahkan saat ini Indonesia sedang menghadapi tantangan yang cukup kompleks, mulai dari kenaikan bahan baku, masalah logistik dan daya beli yang belum sepenuhnya pulih.
Jadi, Arsjad menekankan dunia usaha harus tetap mempersiapkan diri dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang diakibatkan dari ketidakpastian kondisi saat ini. “Saat ini yang dibutuhkan adalah gotong royong, dialog sosial dan kerja sama antara berbagai pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha, buruh untuk menghadapi tantangan krisis ini,” ujar Arsjad.