Respons Pengusaha atas Tawaran Kerja Sama Amerika

JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid menyarankan pemerintah untuk memastikan komitmen Amerika Serikat (AS) atas manfaat dan peluang yang dapat diperoleh Indonesia apabila bergabung dalam Kerangka Kerja Sama Ekonomi Indo-Pasifik (Indo-Pacific Economic Framework/IPEF). Pasalnya, hingga saat ini belum jelas skenario dari kerja sama yang ditawarkan AS melalui IPEF.

Meski rincian yang ditawarkan IPEF belum jelas dan rinci, banyak pihak sudah menyambut baik inisiatif tersebut. Bahkan beberapa negara menyatakan siap bergabung, seperti Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan Australia. Inisiatif kerja sama itu, rencananya diluncurkan bersamaan dengan lawatan Presiden AS Joe Biden ke Jepang pada 22-24 Mei 2022.

“Indonesia memang memiliki peluang dalam kerja sama itu. Namun tetap harus tegas untuk memperjelas konsep AS dalam inisiatif IPEF,” paparnya di Jakarta, Kamis (19/5).

Arsjad mengungkapkan, neraca perdagangan Indonesia dan AS dari 2016 hingga 2020 belum maksimal. Pada periode itu, rata-rata ekspor Indonesia ke AS per tahun hanya 10,8% dari total ekspor. Untuk itu, kerja sama dalam IPEF harus menjadi momentum bagi Indonesia untuk meningkatkan perannya dalam hubungan ekonomi dengan negara tersebut.

“Saat ini (ekspor) masih sedikit dan seharusnya bisa ditingkatkan apabila bergabung dalam IPEF,” kata Arsjad.

Tidak hanya dalam perdagangan, nilai investasi langsung AS di Indonesia juga sangat rendah. Seperti diungkap US Bureau of Economic Analysis, pada periode 2006-2020, rata-rata nilai investasi langsung yang ditanamkan AS di Indonesia hanya USD14 miliar per tahun.

Nilai tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nilai investasi langsung AS di negara Asia Pasifik lainnya seperti Thailand yang sebesar USD17 miliar. Bahkan di Singapura mencapai USD270 miliar per tahun. “Ini yang harus juga diperjelas dan dijadikan peluang dalam kerja sama IPEF,” ucap Arsjad.

Oleh karena itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia ini meminta AS untuk membuka pasar dan kesempatan dalam kerja sama ekspor serta investasi langsung di Indonesia. Beberapa komoditas yang bisa dijadikan sebagai unggulan ekspor ke AS ialah komoditas pakaian dan aksesorinya, karet serta alas kaki.

Selain itu, Indonesia juga berpeluang mendorong peningkatan ekspor komoditas reaktor nuklir, ketel, mesin dan peralatan mekanik. Barang-barang tersebut merupakan komoditas utama impor AS dari dunia, dengan nilai sebesar USD1,8 triliun atau setara dengan 14,6% dari total impornya selama periode 2016-2020.

“Indonesia harus memastikan peluang dan komitmen dari AS dalam kerja sama IPEF ini. Jangan sampai kerja sama dalam IPEF hanya cek kosong,” tutup Arsjad.