JAKARTA–Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus mengalami penurunan kinerja di tengah himpitan produk impor dan pelemahan permintaan dari luar negeri.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, pihaknya mendorong agar insentif diberikan kepada pelaku industri TPT. Insentif itu bisa berupa keringanan biaya listrik, logistik, maupun pajak agar tidak terjadi koreksi yang dalam terhadap kinerja perusahaan.
Sementara itu, ketegasan pemerintah dalam hal larangan impor pakaian jadi harus ditindaklanjuti dengan operasi lapangan. Pasalnnya, masih banyak ditemukan impor pakaian jadi tetap berlangsung dan masuk ke dalam negeri tanpa dicegah.
“Pelaku usaha TPT harusnya bisa menikmati keuntungan jelang akhir tahun tetapi bakal terancam dengan impor pakaian jadi. Ketegasan untuk melarang impor pakaian menjadi taruhan dari kinerja TPT hingga akhir tahun,” ujar dia.
Kementerian Perindustrian mencatat, terjadi penurunan utilisasi industri tekstil pada Mei 2023 menjadi 67,59%, dan industri pakaian hingga 74,79%.
Dari data BPS, pertumbuhan industri TPT hanya sebesar 7,3%, turun dari 15,35% pada 2021. Perlambatan ekonomi, kenaikan harga bahan baku, dan persaingan ketat dengan India dan China menjadi penyebab penurunan tersebut.
Tanda-tanda penurunan nilai ekspor TPT tahun ini juga terlihat dari kinerja Januari – April 2023. Nilai ekspor TPT turun US$3,7 miliar dari atau sekitar 28,44% dari US$5,1 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Arsjad mengatakan, pada awal tahun lalu, beberapa perusahaan tekstil sudah melakukan pengurangan tenaga kerja untuk efisiensi perusahaan. Kondisi perlambatan tersebut bukan tidak mungkin akan memicu kembali efisiensi. Saat ini, perusahaan tekstil melakukan berbagai cara untuk efisiensi agar perusahaan tetap bisa berjalan.