JAKARTA–Percepatan komitmen Indonesia menuju Net Zero Emission (NZE) harus selalu sejalan dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Karena itu, realisasinya membutuhkan tiga langkah strategis, sehingga pertumbuhan ekonomi yang sedang berjalan tidak terganggu dengan kebutuhan akan energi, yang sejatinya akan disuplai dari energi bersih.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan yang besar sekitar 3.700 gigawatt (GW) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber listrik masa depan, termasuk dari solar panel dan panas bumi. Namun, pemanfaatannya hingga kini masih sekitar 15% atau jauh dari kapasitas yang dapat dimaksimalkan.
Di samping itu, Indonesia juga memiliki kesempatan untuk beralih dari energi bersih dengan fokus pada hilirisasi. Berbagai komoditas unggul yang bakal menjadi kebutuhan utama energi bersih dunia ke depan tersimpan di perut bumi Indonesia, seperti kekayaan nikel, bauksit, timah, dan tembaga. Dengan kekayaan alam tersebut, Indonesia dapat menjadi pusat pengembangan kendaraan listrik dan baterai, dan menjadi contoh bagi dunia dalam hal transisi kendaraan listrik.
“Masa depan Indonesia sangat cerah karena memiliki sumber energi baru terbarukan dan kendaraan listrik. Kalau potensi tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal, kita tidak hanya mengurangi dampak perubahan iklim melalui realisasi komitmen Net Zero Emission, tetapi juga meraup peluang ekonomi yang besar,” ujar dia.
Arsjad menambahkan, agar transisi energi tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, semua pihak perlu mengedepankan tiga strategi utama. Salah satu kendala pengembangan energi terbarukan adalah permasalahan pembiayaan. Karena itu, strateginya adalah mendorong market partnership melalui mekanisme blended finance agar pembiayaan tersebut memiliki daya tarik bagi investor potensial.
Strategi lainnya, yang sudah menjadi komitmen pemerintah saat ini, adalah mendorong hilirisasi pembangunan infrastruktur, seperti fasilitas smelter, stasiun pengisian kendaraan daya listrik, dan pengembangan rantai pasok kendaraan listrik di dalam negeri.
Ekosistem kendaraan listrik Indonesia saat ini memang masih kalah jauh dari negara-negara lain, seperti China. Industri produksi baterai di Indonesia masih dalam tahap awal, sedangkan produsen motor listrik baru 10 perusahaan. China bahkan sudah memiliki lebih dari 500 perusahaan.
“Komitmen pengembangan industri hilirisasi, infrastruktur, dan kendaraan listrik adalah masa depan ekonomi Indonesia. Kita bisa sekaligus melakukan transisi energi dan mengubah lanskap ekonomi saat ini dengan tuas baru pertumbuhan ekonomi berbasis kendaraan listrik,” katanya.
Strategi berikut, lanjut dia, adalah mempersiapkan sumber daya manusia, baik sebagai konsumen maupun sebagai angkatan kerja yang bakal berada di situasi transisi tersebut. Pemahaman terhadap energi bersih, komitmen pemerintah, dan keberadaan kendaraan listrik harus terus menerus diedukasi, sehingga masyarakat dapat memahami nilai tambah dari memiliki kendaraan listrik.