Arsjad Rasjid: Hilirisasi Dorong Kinerja Industri

JAKARTA – Pengusaha nasional Arsjad Rasjid memberikan dukungan penuh kebijakan hilirisasi yang terus didengungkan oleh pemerintah, terutama Presiden Joko Widodo (Jokowi). “Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya industrialisasi yang dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian,” ujarnya, Selasa (3/8/2022).

Saat berkunjung ke Jepang minggu lalu, Presiden Jokowi berharap dukungan dari Jepang terkait dengan proyek hilirisasi komoditas alam. Selain itu, dukungan untuk pengembangan mobil dan motor listrik serta sektor kesehatan dan pangan.

Dalam pandangan Arsjad, kegiatan hilirisasi akan menghasilkan produk hasil industri, sehingga Indonesia memiliki nilai tambah. Selama ini, hasil komoditas alam banyak yang dijual mentah, sehingga nilai tambahnya diperoleh negara lain. “Kebijakan pemerintah di bidang hilirisasi bisa dikatakan sebagai evaluasi atas yang terjadi selama ini,” ujarnya.

Kata dia, kebijakan tersebut sangat penting, mengingat perekonomian Indonesia terus mengalami deindustrialisasi. Indikatornya dapat dilihat dari kinerja sektor manufaktur atau industri yang  terus turun. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) terus turun. Pada pada kuartal I-2022 misalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hanya 19,2% atau Rp866 triliun dari total PDB.

Porsi tersebut memang yang terbesar dari seluruh lapangan usaha, namun yang terendah dari kinerja industri pengolahan dalam dua dekade. Bahkan pada 2021 misalnya, dengan kontribusi terhadap PDB sekitar 19,3%, tercatat sebagai yang terendah dalam dua dekade atau 20 tahun terakhir.

Kontribusi industri pengolahan yang tertinggi dalam 37 tahun (1985-2021) terakhir terjadi pada 1997, yaitu mencapai 25,3%. Setelah itu terempas krisis. Kondisinya pulih dengan angka kontribusi tertinggi 24,3%, pada 2002, dan selanjutnya terus menurun secara konsisten.

“Ini harus menjadi perhatian kita bersama, baik pemerintah maupun pengusaha,” tegas Arsjad. “Perlu ada komitmen tegas untuk mendukung industrialisasi dan pengembangannya di dalam negeri,” tambahnya.

Menurut data BPS, kinerja industri pengolahan dari sisi pertumbuhan juga mulai melambat. Dalam periode 37 tahun itu, selama 21 tahun di antaranya selalu tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Ini menandakan bahwa kontribusi sektor industri berada di atas rata-rata sektor lainnya. Tapi reputasi itu terhenti hingga 2004. Setelah itu hingga sekarang, pertumbuhan industri pengolahan secara konsisten berada di bawah kinerja ekonomi nasional.

Dari sisi pelaku usaha di sektor industri, jumlah tertinggi dalam 10 tahun terakhir terjadi pada 2017, yaitu sekitar 4,5 juta entitas. Setelah itu hingga 2020 (data terakhir yang tersaji di BPS), terus turun dengan posisi terakhir sekitar 4,3 juta.

Sebagian besar pelaku usahanya masuk kategori skala mikro, yaitu 92% dari total pelaku usaha sektor industri nasional. Sekadar informasi, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021, usaha mikro memiliki modal usaha maksimal Rp1 miliar dan usaha kecil paling banyak Rp5 miliar. Nilai penjualan kedua kelompok usaha itu paling banyak Rp2 miliar dan Rp15 miliar.

“Pada prinsipnya, dunia usaha akan patuh pada kebijakan pemerintah, termasuk mendorong pertumbuhan industri melalui kebijakan hilirisasi demi memperkuat perekonomian nasional,” ujar Arsjad.