Menggandeng Tangan China di Jalur Bauksit

JAKARTA–Larangan ekspor bauksit yang bakal ditegaskan pemerintah pada Juni mendatang harusnya menjadi sinyalemen terbaik bagi pemerintahan China untuk mulai mempererat jabatan tangan ke jenjang yang lebih tinggi.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid mengatakan, Indonesia sudah berada di jalur yang benar dalam mengelola dan memanfaatkan sumber kekayaan mineral untuk kesejahteraan bangsa. Dengan menegaskan hilirisasi dan mencapainya melalui larangan ekspor, industri pengolahan dan turunannya bakal menjadi lokomotif dalam pertumbuhan ekonomi ke depan.

“Setiap negara memiliki hak untuk mengelola kekayaan alamnya. Karena itu, negara-negara lain wajib menghormati kebijakan ekonomi dan pilihan terbaik di masa depan yang sudah diambil oleh pemerintah saat ini. Tidak masalah jika Indonesia harus melalui jalur keras hingga ke gugatan di WTO,” ujar dia.

Arsjad menegaskan, selama ini pemerintah China menikmati keuntungan berganda dari produksi bauksit di Indonesia. Sekitar 90 persen ekspor bauksit dari Tanah Air dinikmati oleh China dan dimanfaatkan untuk menghidupkan industri pengolahan di negara tersebut.

“Ketimbang memikirkan gugatan ke WTO, langkah terbaik adalah bersama-sama bergandengan tangan untuk mengembangkan industri penngolahan bauksit di Indonesia,” katanya.

Pernyataan Arsjad tersebut dilatarbelakangi oleh komitmen pemerintah Indonesia untuk mengembangkan industri kendaraan listrik ke depan. Hilirisasi merupakan jalan bagi Indonesia untuk mewujudkan visi menjadi negara yang strategis dalam hal pengembangan industri kendaraan listrik.
China, kata Arsjad, dapat menjadi partner potensial dalam mengembangkan industri kendaraan listrik. Salah satunnya adalah dengan membantu Indonesia mengolah bauksit tersebut menjadi aluminium yang berperan besar dalam komponen kendaraan listrik.

“Harusnya langkah pemerintah melarang ekspor bauksit membuat China datang ke Indonesia dan berjabat tangan untuk kerja sama strategis di masa depan. Indonesia memiliki yang tidak dipunyai negara lain, dan keuntungan itu menjadi modal berharga untuk kerja sama,” kata dia.