Resesi 2023, Masa Depan Startup dan UMKM, serta Isu PHK Massal

JAKARTA–Indonesia tidak akan jatuh dalam resesi tahun depan, kendati kondisi ekonomi global akan mengalami perlambatan akibat konflik geopolitik. Keyakinan tersebut muncul mengingat integrasi Indonesia dengan global saat ini masih rendah.

Bagaimana sebenarnya kondisi ekonomi Indonesia dan global pada tahun 2023. Di Coffee Break With Arsjad, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid menggali pikiran mantan Menteri Ekonomi Indonesia sekaligus Pengamat Ekonomi Chatib Basri.

Sumber: YouTube

Sinergi Dunia Usaha dan Pemerintah Kunci Menuju Ekonomi 8%

JAKARTA – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid menegaskan target pertumbuhan ekonomi 8% sangat ditentukan oleh sinergi antara dunia usaha dan pemerintah.

“Yang tak kalah penting adalah sinergi antara pemerintah dengan dunia usaha,” ujar Arsjad.

Dia menambahkan, lima tahun mendatang menjadi masa paling krusial bagi Indonesia untuk bisa mewujudkan cita-cita Indonesia Emas. Karena itu, butuh keselarasan semua pihak sehingga Indonesia bisa maju bersama dalam satu visi.

Keselarasan tersebut dibutuhkan baik dari sisi regulasi, kebijakan, target. “Selaras juga dari pemerintah pusat sampai daerah, antara eksekutif dan legislatif. Jika sinergi dan keselarasan itu terjadi, target pertumbuhan ekonomi 8% yang diharapkan bisa tercapai,” tegas dia.

Sebelumnya, Arsjad menegaskan, sudah lima kali Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi 8%. Dengan pengalaman tersebut, semua pihak seyogyanya optimistis dapat mencapai pertumbuhan ekonomi 8% tersebut.

Kadin Indonesia di bawah kepemimpinan Arsjad Rasjid juga telah menyusun white paper yang berisi usulan prioritas strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia untuk lima tahun ke depan.

White paper tersebut diharapkan menjadi referensi bagi pemerintah dalam menetapkan langkah dan strategi  pembangunan 2024-2029, yang bakal menjadi landasan untuk Indonesia Emas 2045.
Usulan tersebut mencakup 18 tema pertumbuhan, yang fokus pada pertumbuhan prioritas dengan target pertumbuhan sekitar US$400-450 miliar atau setara 80 persen PDB dalam lima tahun mendatang.
“Dampaknya bisa tercipta 16-18 juta lapangan pekerjaan serta 5 juta lapangan kerja tambahan dari belanja modal (capital expenditure) di 2029,” jelas Arsjad.